Lompat ke konten

“Ayo, nduk, dihabiskan makanannya. Nanti kalau nggak habis, ayamnya mati semua lho!”

Saya sukar melupakan “ancaman” halus almarhumah Eyang yang khas. Saya yakin banyak generasi milenial yang juga mendapat wejangan yang sama ketika disuapi makan saat kecil. Waktu itu saya sudah menaruh kecurigaan, apa hubungan makanan saya yang sisa dan takdir hidup ayam peliharaan Eyang saya? Padahal, makanan saya yang tersisa kan bisa kita berikan ke ayam, jadi tidak mubadzir. Saya pun jadi su’udzon sama Eyang. Saya yakin beliau hanya menakut-nakuti saya agar saya lekas menghabiskan makanan dengan tuntas dan lahap.

Butuh waktu sekitar dua puluh delapan tahun untuk memahami maksud Eyang. Rupanya, ini bukan tentang makanan sisa yang dapat kita berikan ke hewan di sekitar, tetapi tentang membangun kebiasaan makan yang baik. Gemar menyisakan makanan dan membuangnya secara terus menerus dapat meningkatkan jumlah sampah rumah tangga yang beredar. Limbah dapur yang dihasilkan oleh jutaan orang di bumi, ternyata bisa berdampak buruk untuk lingkungan dan menambah gas rumah kaca yang beredar di atmosfer.

Komposisi sampah nasional tahun 2020.

Betul bahwa kita bisa mengatasi limbah dengan mengolahnya menjadi kompos atau memberikan makanan sisa ke hewan di sekitar yang membutuhkan. Tetapi, mencegah tentu lebih mudah dan lebih baik, kan? Ada, kok, caranya!

Menariknya, cara ini bisa membuat kita tetap bisa makan dengan nikmat. Nama metode yang ingin saya kenalkan ini adalah mindful eating, sebuah metode makan yang saya kenal pada pertengah tahun 2019 lalu dan masih saya terapkan sampai sekarang (meskipun belum sepenuhnya konsisten, sih, hehehe).

Mindful eating ini bisa membantu meminimalisir limbah makanan, mengurangi potensi penyakit yang muncul akibat hobi kulineran, dan tentu saja memberi efek yang baik untuk lingkungan. Yay, buat saya ini win-win solution karena saya akhirnya menemukan cara agar tidak terlalu merasa bersalah ketika kulineran dan makan banyak! Kadang kan kita suka coba menu ini itu tanpa tahu bagaimana rasanya. Sekadar untuk memuaskan rasa penasaran aja. Nah, mindful eating bisa membantu mencegah itu terjadi.

Pada tulisan ini, saya akan membagikan secubit wawasan dasar tentang mindful eating, manfaatnya untuk perubahan iklim, serta kiat untuk menjalankan mindful eating dalam kehidupan sehari-hari termasuk untuk kita yang hobi kulineran dan makan. Baca sampai selesai, ya.

Mengenal Mindful Eating

untuk Hobi, Kesehatan Diri, dan Bumi

Saya sangat suka makan. Menurut suami saya, saya termasuk perempuan yang nggak jaim untuk makan banyak di depan dia sekalipun waktu itu masih pada masa PDKT! Hehehe. Saya juga merasa punya selera makan yang baik. Biasanya ketika ada yang bertanya kepada saya tentang rekomendasi makanan yang enak, teman-teman akan menyepakati saran yang saya berikan.

Seperti kalian yang juga hobi kulineran, keinginan untuk mencoba menu baru terus selalu ada. Kalau menunya enak, wuih, pasti senang sekali! Pesan yang banyak dan makan sepuasnya! Tapi, kalau rasanya di bawah ekspektasi, pada akhirnya makanan tersisa dan dibuang.

Bukan rasa cukup dan kenikmatan yang kita dapatkan, malah rasa bersalah karena telah membuang-buang makanan.

Kita bisa, kok, mengupayakan untuk membuang sampah makanan seminimal mungkin. Ada banyak cara, tetapi, menurut saya yang paling efektif adalah mengawalinya dari mindset atau pola pikir yang lebih berpihak pada hobi, kesehatan diri, sekaligus kesehatan bumi. Kebetulan, saat ini ada istilah “Mindful Eating” yang cocok dengan gaya hidup #MudaMudiBumi kekinian yang minimalis dan lebih ramah lingkungan.

Fyi, anak muda zaman sekarang itu punya atensi yang tinggi akan isu perubahan iklim. Menurut survei dari Indikator, mayoritas atau sebanyak 82% anak muda di Indonesia mengetahui isu perubahan iklim. Mereka punya kekhawatiran akan kerusakan lingkungan, polusi, dan perubahan cuaca yang ekstrim. Menurut survei KedaiKOPI, sebanyak 81.1% anak muda menilai bahwa isu perubahan iklim ini sangat darurat. Tak hanya khawatir, anak muda juga sudah memiliki gambaran solusi. Mulai dari menjaga kelestarian lingkungan hingga memilih pola makan dan gaya hidup sehat.

Berbagai cara anak muda mengatasi isu perubahan iklim, mulai dari pelestarian lingkungan hingga menjaga pola makan (Sumber: KataData, 2021).

Mindful eating atau makan dengan sadar adalah sebuah cara yang membantu kita mengendalikan kebiasaan makan. Mindful eating memungkinkan kita untuk memberi atensi penuh pada makanan, pengalaman, dan isyarat tubuh kita saat makan. Isyarat tubuh ini beragam, mulai dari respon lidah yang memberi respon terhadap rasa dan tekstur makanan hingga perut yang memberi kabar apakah makanan yang masuk sudah sesuai kebutuhan atau belum.

Mindful eating ini memberikan banyak sekali manfaat. Pertama, manfaat untuk diri kita sendiri. Mindful eating dapat mencegah kita makan dengan porsi terlalu banyak, makan sesuai kebutuhan tubuh, dan membuat kita mendapat pengalaman makan yang lebih baik. Kedua, manfaat untuk karir. Makanan yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup kita dan berdampak positif pada energi yang kita keluarkan untuk beraktivitas dan meningkatkan kinerja pekerjaan. Ketiga, manfaat #UntukmuBumiku. Mindful eating untuk iklim mencegah kita untuk membuang limbah makanan terlalu banyak. Kebaikan ini pada akhirnya dapat berkontribusi pada pengurangan angka limbah makanan dan jumlah karbon yang beredar di udara. 

Mindful Eating :

Ramah untuk Mitigasi Perubahan Iklim

Mitigasi perubahan iklim? Istilah apa lagi ini? Bund, sadar nggak kalau akhir-akhir ini banyak banget akun-akun publik yang membahas tentang perubahan iklim. Mulai dari akun yang rutin ngomongin pandemi (@pandemictalks), musisi seperti Coldplay, sampai akun berita seperti Detik dan Narasi juga lebih intensif mempublikasikan pemberitaan yang berkaitan dengan perubahan iklim.

Mitigasi perubahan iklim adalah berbagai tindakan yang dapat kita lakukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Isu tentang perubahan iklim sebetulnya bukan barang baru. Isu ini sudah ada setidaknya sejak saya masih SMA sekitar tahun 2007, bahkan mungkin sudah mulai disuarakan oleh berbagai aktivis lingkungan jauuuhh sebelum tahun itu.

Namun, saat ini kondisi semakin mengkhawatirkan. Dampak perubahan iklim semakin terasa dekat. Bukan tentang es yang mencair atau beruang kutub yang kebingungan karena rumahnya semakin menghilang, tetapi juga tentang suhu yang meningkat dan membuat kita mengeluh “Aduh, panas banget hari ini” di media sosial, serta terancamnya asupan makanan kita.

Saya mencoba membuat alur berpikir yang lebih mudah dimengerti. Kamu bisa melihatnya di bawah ini, ya:

Dari semua dampak yang menakutkan, tentu dampak jangka panjangnya yakni peningkatan suhu bumi dan cuaca ekstrem yang makin sering terjadi. Inilah yang membuat para pemimpin dunia semakin rutin untuk “nongkrong bareng” membicarakan perubahan iklim pasca Paris Agreement. Fyi, Paris Agreement ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas karbon dan membatasi kenaikan suhu global hingga di bawah 2 derajat celcius dan mengupayakan untuk membatasinya hingga 15 derajat celcius.

Saat ini, waktu terus berjalan sementara upaya yang kita lakukan juga belum terlalu masif. Pemerintah Indonesia memang telah melakukan sejumlah jalan dalam memenuhi komitmen pada Paris Agreement. Kendati begitu, kita tidak boleh tetap berpangku tangan, bukan? Sebab kita juga ikut tinggal di bumi dan sedikit atau banyak, saya yakin kita semua turut memberikan jejak karbon untuk bumi. Intinya, kondisi ini adalah akibat dari perbuatan kita juga, baik yang kita lakukan secara sadar maupun tidak.

Mitigasi Perubahan Iklim dengan Serius dan Santai

Kita bisa bertindak dengan cara yang serius dan cara yang santai. Kalau mau pilih jalan yang serius, cobalah untuk memilah sampah, mengurangi pemakaian kendaraan bermotor, memilih skincare yang ramah lingkungan dan ramah sosial, serta ikut dalam kegiatan adopsi hutan. 

Sementara untuk cara santainya, kita bisa memasukkan ke hobi sehari-hari. Kalau kamu hobi traveling, saya pernah membahas tentang menjadi traveler Indonesia yang ramah lingkungan. Kali ini, saya ingin memberikan cara mitigasi perubahan iklim buat kamu yang punya hobi seperti saya: hobi kulineran!

Kulineran memang memberi sejumlah kebaikan untuk diri sendiri maupun lingkungan di sekitar kita. Kita jadi puas dan selera makan kita terpenuhi, bisnis kuliner yang kita datangi juga dapat bertumbuh. Apalagi kalau kita memberi exposure melalui postingan di media sosial atau blog kita, biasanya akan memberi efek baik juga untuk pemilik bisnis. Ekonomi bertumbuh dengan baik.

Namun pada sisi lain, hobi kulineran juga membawa sederet dampak buruk. Pertama, masalah kesehatan. Biasanya kulineran membuat kita sejenak melupakan asupan gizi yang diperlukan tubuh. Tubuh lagi nggak perlu lemak, eeh, kita jejali lemak jahat berulang kali. Biasanya masalah ini mulai timbul ketika kita kurang mengimbangi hobi kulineran dengan gaya hidup sehat.

Kedua, food waste yang bertambah. Terutama ketika kita hanya datang karena efek viral. Restoran atau tempat makan yang viral belum tentu memiliki cita rasa masakan yang sesuai dengan selera kita. Pada akhirnya, kudapan yang kurang lezat tidak akan kita habiskan. Akhirnya bagaimana? Makanan terbuang, deh.

Ketiga, meningkatkan polusi air, tanah, dan udara. Terutama apabila tempat makan yang kita datangi belum memiliki kesadaran yang baik tentang dampak industri makanan untuk lingkungan. Polusi udara bisa datang dari berbagai tempat, baik itu perjalanan yang diperlukan untuk mengangkut makanan, kemasan yang digunakan untuk menampung makanan tersebut, atau limbah yang dihasilkan di sepanjang perjalanan bahan makanan. Polusi tanah dapat terjadi dari faktor penggunaan pestisida pada bahan makanan. Sementara polusi air dapat terjadi karena sampah yang hanyut ke sungai dan laut yang pada akhirnya mengganggu ekosistem laut.

Empat Langkah

Menerapkan Mindful Eating ala Bunda Traveler

Ada sejumlah cara yang bisa saya lakukan agar kegiatan makan-makan yang kita sukai bisa berdampak minim untuk lingkungan. Saya berusaha menerapkan mindful eating seperti yang sudah saya tulis di atas. Mindful eating dapat mencegah kita terburu-buru saat makan dan memilih makanan. Kebiasaan terburu-buru ini bukan sepenuhnya salah kita, kok. Tapi, kita bisa memilih untuk menikmati makanan atau makan seperti orang yang dikejar-kejar hantu.

Cara makan yang terburu membuat kita susah menikmati makanan. Cara ini juga membawa risiko untuk kesehatan serta lingkungan kita. Mindful eating untuk iklim memberikan metode baru dan berangkat dari hal yang paling mendasar, yakni kesadaran kita. Atensi penuh pada makanan saat kita makan bisa meningkatkan kesehatan diri dan planet bumi. Cukup dengan mempertimbangkan empat hal ini sebelum makan: apa yang akan kita makan, mengapa kita makan menu tersebut, bagaimana cara kita makan, dan berapa banyak yang akan kita makan.

Apa yang kita makan?

Tubuh kita tergantung pada apa yang kita konsumsi. Makanan sehat tentu lebih baik dari junk food dan makanan siap saji lainnya. Bolehlah kalau mau sesekali cheating. Yang paling penting, kita melihat menu yang kita pilih.

Pilihlah makanan yang paling kita butuhkan. Kalau mau mencoba-coba menu lain, perhatikan apakah menu tersebut cocok dengan selera dan kondisi kesehatan kita. Jika perlu, lakukan riset mini sebelum membeli makanan. Bisa dengan melihat review dari blogger atau food vlogger, ulasan di Google Bussiness, atau bertanya pada pramusaji tentang kandungan makanan. Upaya ini kita lakukan semata untuk menghindari food waste dan meningkatkan kadar kepuasan kita ketika mengonsumsi makanan.

Saya juga ingin mengajak teman-teman untuk memilih menu lokal ketika sedang traveling. Menu kuliner lokal itu biasanya diambil dari kebun di daerah itu juga, artinya, ini mengurangi food miles atau jejak karbon yang diakibatkan oleh perjalanan bahan makanan. Selain itu, rasa makanan yang lebih fresh juga pasti lebih bagus untuk kesehatan kita. 

Mengapa kita makan menu tersebut?

Ada beberapa alasan kita memilih sebuah menu. Karena suka, penasaran, efek viral, atau karena tuntutan pekerjaan seperti food blogger atau food vlogger. Saran saya, pilihlah menu yang dapat menyediakan nutrisi yang diperlukan untuk tubuh. Itu dulu yang utama. Sementara alasan lain, dapat menjadi kebutuhan sekunder.

Sehari-hari kita butuh serat, kalori, protein, serta mikro dan makronutrien lain yang cukup. Untuk itu, utamakan makan makanan sehat terlebih dahulu. Baru setelah itu, kita bisa coba menyicipi aneka menu kuliner lain sesuai keinginan. 

Kita juga perlu melakukan screening pada tempat makan yang kita pilih. Tidak semua rumah makan memiliki manajemen pengelolaan limbah makanan yang baik. Masih ada yang mencampur sampah sisa makanan dengan sampah jenis lain seperti sampah plastik dan kertas. Padahal, kalau sudah tercampur baur, sampah akan lebih susah terurai. Belum lagi kalau sudah dibawa ke tempat penampungan sampah, makin acakadut lagi, deh.

Jika ingin dine out, pilihlah restoran atau tempat makan yang bersih dan menerapkan prinsip sustainable. Prinsip ini dapat kita lihat dari luar melalui bagaimana mereka memisahkan sampah. Biasanya, mereka tidak akan ragu untuk pamer apabila mereka menggunakan bahan makanan yang ramah lingkungan dan sosial. Apabila masih penasaran, kita juga bisa bertanya pada admin media sosial restoran tentang darimana bahan-bahan makanan berasal, bagaimana mereka mengelola limbah makanan, dan hal lainnya.

Kita juga bisa memilih tempat makan yang dikelola penduduk lokal karena hal ini dapat meningkatkan perekonomian lokal. Penduduk yang berdaya, perlahan-lahan juga akan meningkat kesadarannya akan lingkungan.

Berapa banyak yang kita makan?

Prinsip mindful eating mengajak kita untuk tidak terburu-buru saat makan, termasuk ketika kita mengisi piring. Biasanya ketika berada di tempat makan yang menyediakan prasmanan, kita sering tergerak untuk memenuhi isi piring tanpa mempertimbangkan berapa banyak yang kita butuhkan. Kalau berlebihan, ini bisa meningkatkan limbah makanan, bukan?

Nah, sebaiknya kita mengambil saja secukupnya. Kalau kurang, nanti kan bisa nambah. Kalaupun ternyata menu tersebut tidak sesuai dengan selera lidah, setidaknya makanan yang kita sisakan tidak terlalu banyak. Atensi ini juga dapat membantu kita untuk memerhatikan isyarat lapar kenyang pada tubuh. Kapan kita merasa lapar, kenyang, serta kepengin makan hanya karena lapar mata, bukan lapar perut.

Bagaimana cara kita makan?

Mindful eating dapat kita mulai dengan cara yang sederhana seperti menghilangkan distraksi di meja makan. Ketika kita fokus pada makanan, kita bisa lebih merasakan bumbu masakan, rempah, serta kesegaran makanan dan minuman yang sedang kita konsumsi. 

Perhatian yang kita berikan dapat meningkatkan perasaan nikmat akan rasa makanan, aroma, penampilan, sudut pandang, hingga kesyukuran kita akan makanan di depan mata. Menurut pengalaman saya, mindful eating mampu menstimulasi kesadaran saya bahwa ada peran banyak orang dan peran lingkungan untuk satu isi piring. Kita jadi sadar bahwa ada peran para petani yang menyuburkan tanah agar padi yang ditanam bernutrisi, ada peran serangga yang membantu penyerbukan tanaman, ada sinar matahari dan curah hujan yang cukup agar membantu semua bahan makanan dapat tumbuh dengan subur.

Selain dengan cara makan, sistem take away atau delivery juga perlu kita perhatikan. Sebaiknya kita membeli makan di area terdekat saja. Jarak yang dekat akan menghemat pengeluaran dan menghemat emisi yang terbuang akibat pengantaran makanan.

Mindful Eating untuk Iklim Di Manapun dan Kapanpun

Mindful eating tidak hanya dapat kita terapkan ketika kita berada di rumah. Kalau lagi makan bersama teman-teman dan berada di luar rumah, kita juga masih bisa kok mengupayakan makan dengan berkesadaran. Berikut caranya:

Mindful Eating
di Rumah

Memasak sendiri makanan kita adalah salah satu cara terbaik untuk menerapkan mindful eating. Kita bisa mengatur sendiri jumlah makanan yang kita butuhkan serta memasak sesuai selera kita. Beberapa kiat menerapkan mindful eating di rumah adalah:

  1. Masak dengan porsi yang cukup untuk diri dan keluarga.
  2. Bekukan sisa makanan.
  3. Jika sudah tidak ingin memakannya, komposkan atau beri ke hewan di sekitar (jika makanan masih layak makan).
  4. Daur ulang kemasan plastik atau berikan ke jasa profesional pengolah sampah plastik.
  5. Upayakan menggunakan bahan-bahan masakan yang ramah lingkungan dan ramah sosial.

Mindful Eating
di Luar Rumah

Makan di luar telah menjadi gaya hidup tersendiri untuk melepas penat, mencoba pengalaman makan yang baru, dan berkumpul dengan teman-teman. Beberapa kiat menerapkan mindful eating ketika sedang makan di luar adalah:

  1. Upayakan tidak menggunakan sedotan plastik sekali pakai. Sampaikan pada pramusaji untuk tidak menyuguhkan sedotan plastik atau minta saja sedotan kertas.
  2. Bawa tas sendiri untuk makanan yang mungkin akan kita bawa pulang.
  3. Pilih tempat makan yang bersih dan menerapkan prinsip sustainable.
  4. Pilih tempat makan yang tidak berjarak jauh dari tempat kerja atau dari rumah.

Mindful Eating
Ketika Bikin Konten

Sebagai traveler, saya pun terkadang membuat konten tentang makanan seperti postingan saya tentang kuliner di Pasar Atom Surabaya dan Gudeg Pawon. Ada beberapa kiat menerapkan mindful eating untuk iklim yang bisa saya berikan untuk sesama pembuat konten kuliner:

  1. Riset terlebih dahulu menu dan tempat makan yang akan kita datangi, akankah sesuai tujuan kita membuat konten atau tidak.
  2. Upayakan memilih tempat makan lokal atau yang mendukung prinsip sustainable.
  3. Sebisa mungkin hindari membuang-buang makanan. Pesan secukupnya dan berikan ulasan yang baik tentang pengalaman makan di tempat tersebut.

Kapan Mulai Menerapkan Mindful Eating?

Tidak ada aturan yang saklek untuk memulai. Namun, apabila saya bisa menyarankan, kita bisa memulai mempraktikkan mindful eating pada hari ini yang bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. Boleh, dong, kalau pemuda zaman dulu sumpahnya termasuk sumpah dalam area makro alias memiliki ruang lingkup yang luas banget tentang negara. Anak muda sekarang, cukup memiliki komitmen kecil untuk diri sendiri yang berdampak pada lingkungan. 

Sebaiknya kita tidak menyepelekan hal yang terlihat kecil ini. Kalau misalnya ada sepuluh orang yang mulai berkomitmen pada hari ini, lalu membagikan pengalaman mindful eating-nya di media sosial. Saya yakin setidaknya ada beberapa orang minimal rasa penasarannya terpantik. Akhirnya, metode ini semakin meluas dan orang-orang pun bisa lebih banyak yang memahami bahwa menjaga lingkungan pun bisa kita lakukan melalui hobi. 

It’s #TimeforActionIndonesia! Kita bisa memulai mindful eating yang lebih sehat untuk diri dan bumi pada Hari Sumpah Pemuda ini. Awali dengan mengucapkan secara lisan atau batin Sumpah Pemuda versi diri kita sendiri. Kalimat di bawah ini mungkin bisa menjadi contoh.

Saya percaya bahwa segalanya berawal dari niat. Niat yang baik akan mencari jalannya sendiri. Apabila kita pun niat menerapkan mindful eating untuk iklim dan kesehatan diri, nantinya tubuh akan mematuhi apa perintah otak dan hati. Perlu kita ingat bersama bahwa perjalanan menuju mindful eating ini mungkin tidak bisa langsung mulus. Sesekali kita akan mengalami makan yang “kebablasan” dan baru teringat ketika makanan sudah ludes tak bersisa. Hal ini bukan masalah, asal kita berkomitmen untuk mencoba lagi dengan lebih baik pada esok hari.

Semoga tulisan saya tentang mindful eating ini memberi perspektif baru untuk kamu, ya. Saya hanya ingin bercerita bahwa mindful eating ini tidak hanya membawa kebaikan untuk raga dan jiwa kita, tetapi juga untuk planet yang kita huni bersama.

Apakah ada dari kalian yang sedang menerapkan mindful eating? Atau ini adalah pertama kalinya kalian mendengar istilah mindful eating dan manfaatnya untuk perubahan iklim? Kalau berkenan, ceritakan apa yang kalian pikirkan di kolom komentar, yuk.

Referensi:

Press Release Indikator

https://greenlivingideas.com/2018/07/23/how-mindful-eating-helps-the-environment/

https://www.helpguide.org/articles/diets/mindful-eating.htm

https://www.healthline.com/nutrition/mindful-eating-guide

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5556586/

https://www.nytimes.com/interactive/2019/04/30/dining/climate-change-food-eating-habits.html

https://www.realsimple.com/food-recipes/shopping-storing/food/how-food-impacts-climate-change

https://www.realsimple.com/food-recipes/shopping-storing/food/food-waste-environmental-impact

https://www.weeatlivedowell.com/mindful-eating-for-our-health-and-the-health-of-the-planet/

https://zerowaste.id/zero-waste-lifestyle/hubungan-mindful-eating-dengan-zero-waste-lifestyle/

https://www.weeatlivedowell.com/mindful-eating-for-our-health-and-the-health-of-the-planet/

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/10/29/jaga-kelestarian-lingkungan-jadi-cara-utama-anak-muda-tangani-perubahan-iklim

Sumber gambar:

KataData

Freepik (Free source artists: macrovector, pch.vector,pikisuperstar, diolah lagi oleh penulis)

Canva (diolah lagi oleh penulis)

44 tanggapan pada “Mindful Eating: Cara Baru Kulineran yang Ramah untuk Iklim”

  1. Ulala. Jadiii istilahnya Mindful eating ya.
    Kurasa belakangan ini aku jg melakukan hal seperti ini, Mba. Tapi blm tau istilahnya 😆 baiklahh mari.kita lakukan hal² baik demi Bumi yg makin nyaman dihuni y’all

  2. Jadi ingat jaman dipesantren, untuk menghabiskan makanan. Nggak boleh nyisa. Insha Allah sampai skrg always slll ludes isi piring. Tapi, kalau ingat Sampah dipojokan ,byk santri juga yg tidak menghabiskan makanan. Jadi satu ember penuh isinya makanan sisa. Semoga semakin byk yg membaca artikel ini dan memberi dampak ya mbak

  3. saya juga sedang berusaha nih untuk mindful eating, udah berapa waktu belakangan juga kalau ke pesta atau makan yang prasmanan gitu ambilnya dikit aja, takutnya gak sesuai dengan lidah dan selera, kan kasihan makanannya jadi kebuang, lalu nyesel ketika enak tapi malu tuk berdiri nambah lagi, hihihih.. tapi gpp daripada ambil banyak lalu kebuang kan.
    anak-anak juga saya biasakan makan sampai habis, yaa kalau gak habis mau gak mau emaknya yang habisin, hihih

  4. Wahh aku gak sadar banget ternyata hampir setiap hari aku menerapkan hal ini, yah walaupun makan itu dilakukan secara sadar. Tapi istilah seperti ini baru tau banget, dan ternyata juga bisa memberikan manfaat lain diluar dari apa yang kita makan..

  5. Hai mba Nabila, ulasannya lengkap dan detail sekali. Aku baru tahu ada istilah mindful eating ini. Dulu aku tuh termasuk yang makan jarang habis. Hiks. Kemudian tersadarkan sama seperti yang mba ulasan detail ini. Good luck, mba!

  6. huwaaa keren banget mba insightnya tentang mindful eating ini! Aku juga berusaha banget klo makan tuh ga menyisakan makanan biar ga jadi food waste, dan selama mulai program defisit kalori aku juga belanja sendiri, masak sendiri, jadi paling engga bisa lebih bijak mengolah makanan dan meminimalisir sampah2 dari makanan

  7. Sebenarnya mindful eating ini udah lama diajarkan Rasulullah ya. Karena sejak aku kecil, bapakku selalu meminta kami makan sampai tak ada nasi tersisa. Karena nasi terakhir itu bisa jadi berkah, makanya diminta menghabiskan hingga nasi terakhir.

    Nah sejak pandemi aku kebiasaan masak karena bisa dibilang di rumah terus. Aku masaknya juga secukupnya agar tidak membuang sisa makanan. Aku hitung beneran, dengan nanya orang rumah ada rencana pergi atau tidak, hihiii emak pelit ini yaa.

  8. Istilah baru nih mindful eating tetapi pengaplikasiannya memang sudah lama sih apalagi buat orang-orang yang tinggal di pedesaan. Terkadang mereka lebih menghargai bagaimana suatu proses makanan itu tersaji di meja makan sehingga mereka benar-benar menghargai akan makanan yang disajikan. Mengambil secukupnya dan menghabiskan apa yang ada di piring.

  9. Kalau kata mindful eating sih udah denger sejak lama. Webinar bareng Komunitas ibu-ibu penulis kalau ga salah bahasnya itu mindful eating. Tapi kalau untuk mitigasi iklim ya baru sekarang ini saya baca artikel lengkapnya di blogspot ini. Terimakasih banyak wawasannya ya 🙏

  10. Masih PR banget nih buat mindful eating, apalagi kalau makan di luar sama temen. Lupa akal sampe pesen banyak dan akhirnya food waste, sedih banget. Bakalan diinget-inget kak petuahnya biar Bumi bisa jadi lebih baik.

  11. Kalau konsep mindful eating seperti ini, ternyata orang tua kita dahulu sudah lama menerapkan konsep tersebut hanya saja mungkin nggak kenal apa istilahnya. Saya ingat banget kalau di keluarga kami ayah dan ibu sering bilang nanti nasinya nangis makanya harus dihabiskan. Terus kakek paling ngelarang kalau lihat cucunya makan sambil berdiri.

  12. Saya juga baru tau istilahnya mba. Padahal sudah lama menerapkannya, karena dulu sehabis SMA sempat ikut pelatihan yg mana makanan nggak boleh sisa, nggak boleh dimuntahin walau rasanya kurang sesuai tp harus ditelan. Saat kerja, ketemu lagi dgn lingkungan yg menerapkan kebijakan yg sama.
    Tapi, menularkannya sama anak, masih butuh usaha sepertinya, hiks. Semoga ulasan mindful eating banyak dibaca oleh generasi milenial dan Gen-Z.

  13. Ya ampun bneran ngga kepikir kesana sih, jadi namanya ini mindful eating yaa. noted mba nab
    Sebenrnya bener udah banyak banget kita diajarin soal adab makan dsb nya. tapi gitu yahh, kadang kita tuh ngga percayaan sih, ternyaat efeknya bisa sampe ke iklim planet

  14. Syediih banget kalo membuang makanan tuh, berasa setelah menikah. Dulu aku pun diwejangin gitu sama Mbah dan ortu, ternyata memang membangun kebiasaan baik yang berasanya sampe sekarang. Kalo sekarangg tuh istilah mindful eating, ternyata sebegitu besar ya buat perubahan iklim bumi tercinta ini.

  15. mindful eating ini memang bagus nih yaa bagus untuk lingkungan dan dompet juga yaa, jadi gak lapar mata, terus jadi mubazir karena nafsu sesaat, plus efeknya juga bagus untuk mitigasi lingkungan keren deh

  16. Sekarang memang sedang menerapkan mindfulness, kak.
    Jadi untuk urusan apapun, hendaknya bener hadir utuh.
    Tapi ujian terberatnya kalau pas terburu-buru karena kurang me-manage waktu dengan baik. Semoga dengan membiasakan kebiasaan baik, kita bisa menjaga lingkungan hidup.

  17. Wow mba, aku salfok banget dengan design tulisannya, bagus banget! Sebagai pembaca aku jadi makin paham dan nyaman menyimak informasi mengenai mindful eating. Penting banget sih edukasi tentang ini terutama untuk orang yang kayak aku, yang paling sering menjadikan makan sebagai pelampiasan stress.

  18. Kalau untuk istilahnya baru denger sih mbak.
    Meski begitu cara ini bisa diterapkan memang, agar bisa meminimalisir sampah sisa makanan, sehingga gas emisi karbon tak lagi meningkat

    1. Semua ditentukan pikiran ya mba. Karena makan itu rasanya hanya saat melewati kerongkongan.
      Kalau dgn mindful eating nggak bakal ada sisa makanan di piring, baik di rumah ataupun di rumah makan, restorang, kafe dan lainnya. Gas emisi karbon pun terkendali.

  19. Ternyata ancaman waktu kecil itu local wisdom yang sarat perhatian pada lingkungan hidup ya, Mbak Billa. Memang prihatin kalau lihat besarnya makanan terbuang di dunia yang menyumbang sampah berbahaya. Juga seolah ga bersyukur sudah mendapat rezeki makan sementara orang lain banyak yang kelaparan. Makasih ya diingetin soal mindful eating, aku jadi makin teliti biar melindungi Bumi.

  20. Oh namanya mindful eating ya. Aku baru dengar istilah ini. Dan ya aku setuju kak, makan pelan-pelan, masak secukupnya. Udah aku terapkan di rumah. Tinggal pengelolaan limbah makanan aja nih yang harus rapi juga.

  21. Saya tuh yang biasa masak di rumah kadang mikir ini cukup ngga ya.. berlebihan ngga ya.. akhirnya masaknya ga banyak eh malah kurang.. kadang dibanyakin dikit eh malah ngga habis… akhirnya masakny dikit2..😅

  22. Mindful eating memang bisa mengurangi food waste ya, Mbak. Dengan cara sederhana seperti itu kalau dilakukan secara rutin oleh jutaan orang tentu bisa membantu menjaga iklim dan lingkungan.

  23. Kesadaran pada saat makan ini berarti ya, jadi kita benar-benar sadar apa yang kita konsumsi, berapa banyak, dan bagaimana makan yang sehat. Pada akhirnya, mindfulness ini mesti diterapkan di semua sisi kehidupan yang kita jalani ya

  24. Wah keren yah konsep mindful eating ini. Memang sih pesan para nenek yang bilang “habiskan makananmu biar ayamnya ngga mati” secara halus menyadarkan kita agar tidak menambah limbah makanan yang nyatanya berpengaruh pada climate change.

  25. Ngomongin soal lingkungan kalau di Indonesia topik yang harus dibenerin emang pengelolaan sampahnya ya mbak. Mesti dari rumah dulu kesadaran untuk zero waste atau pilah sampah terutama sampah makanan. Saya pun kalau mau buang makanan mikir dulu bisa nggak diolah lagi kalau bisa ya diolah lagi kalau nggak bisa ditimbun di tanah biar membusuk alami. Tapi kami selalu memasak sesuai kebutuhan konsumsi agar tidak ada sampah

  26. mindful eating, baru sekarang dengar istilahnya, kudetnya aku, kalau dulu ortuku suka bilang habiskan makananmu nanti sayang nasinya nangis. atau jangan buang-buang makan lihat di ethopia orang kelaparan,

  27. Mindful eating yaa istilahnya keren yaa, baru dengar sekarang. tapi maslah hemat makanan, makanan jangan sampe mubazir, habiskan makanan, makan secukupnya udah dipraktekan lama, pokoknya apapun untuk kehidupan yang lebih baik

  28. Pingback: Aktivitas Tanpa Batas IndiHome

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *