Lompat ke konten

Perubahan Iklim di Indonesia yang Kian Terasa

“Surabaya hari ini panas banget, AC di kantor sampe gak berasa. Gak masuk akal.”

Kalimat di atas adalah keluhan suami saya kemarin. Saya menyetujuinya dalam hati, tapi, bagaimanapun Surabaya sudah kodratnya menjadi kota yang panas dari sononya. Dulu, teman saya berkelakar bahwa di Surabaya ini merupakan tempat neraka bocor. Saking panasnya gitu lho. Kondisi ini memang bikin mager, mau ngapa-ngapain jadi males. Aktivitas pagi dan siang hari jadi terasa lebih melelahkan karena harus panas-panasan di jalan. Malam hari pun masih terasa gerah.

Apalagi sekarang diperparah dengan adanya perubahan iklim di Indonesia. Makin hari, saya rasa perubahan ini kian memberi dampak pada lingkungan dan manusia. Saya ngeri sendiri membayangkan kalau suhu bumi semakin naik dan kita gagal mengontrol kenaikan suhu bumi sebagaimana telah kita upayakan pada Paris Agreement. Pada perjanjian itu, berbagai pemimpin negara menyepakati akan melakukan upaya konsisten untuk menghindari perubahan iklim yang berbahaya dengan membatasi pemanasan global hingga di bawah 2°C dan mengupayakan upaya untuk membatasinya hingga 1,5°C. 

Kalau bicara tentang perubahan iklim di Indonesia dan suhu bumi yang memanas, saya jadi teringat Mbak Greta Thunberg yang beberapa waktu lalu memarahi para pemimpin negara dan berulang kali mengatakan “How dare you?!”. Dia mengatakan “People are suffering, people are dying. Entire ecosystems are collapsing. We are in the beginning of a mass extinction and all you can talk about is money and fairytales of eternal economic growth? How dare you!”

Memang kita tidak bisa sepenuhnya berharap pada negara. Karena kenyataannya, di negara kita sendiri, konsistensi tersebut masih belum sepenuhnya terlihat. Pada satu sisi, ada hal yang perlu kita dukung seperti keseriusan Indonesia dengan menyerahkan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) kepada UNFCCC yang berisi target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca sebesar 29% dengan usaha sendiri maupun 41% dengan dukungan internasional yang memadai pada tahun 2030. Tapi, sejumlah “bocor alus” juga harus kita pantau. Misalnya saja, alih fungsi lahan, potensi kebakaran hutan, dan hal-hal lainnya.

Pada tulisan ini, saya akan mengelaborasi tentang kenapa sih bumi ini semakin panas dan pada hal apa saja kita bisa menaruh atensi agar kondisi ini tidak semakin buruk. Oh, ya, tulisan ini juga merupakan hasil gathering bersama Eco Blogger Squad dengan pemateri Kak Anggi dari Madani Berkelanjutan. Baca sampai tuntas, ya.

Kondisi Sudah Semakin Gawat

Pada tulisan saya sebelumnya tentang peran traveler untuk lingkungan, saya melampirkan cuplikan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada bulan agustus yang melampirkan laporan penting untuk iklim. IPCC merilis fakta bahwa suhu bumi saat ini, baik di atmosfer, darat, dan lat, merupakan yang terpanas sepanjang sejarah. 

Ini menunjukkan bahwa suhu bumi naik lebih cepat. Kenaikan suhunya terus naik dan lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Laporan tersebut juga memuat bahwa manusialah yang dominan dalam menyebabkan kondisi ini.

(sumber: materi Kak Anggi)

Penyebab suhu bumi yang memanas ini adalah konsentrasi CO2 yang tertinggi dalam setidaknya dua juta tahun terakhir, kenaikan permukaan air laut tertinggi selama 3000 tahun, melelehnya glesier di kutub utara dan ini adalah hal tidak bisa dikembalikan, hiks!

Dampaknya sangat dekat dengan kita. Coba tengok di sekitar kita, kekeringan masih terjadi, kebakaran hutan, kenaikan air laut yang mengancam masyarakat pesisir, banjir, kabut asap, dan bencana lainnya yang semakin intens terjadi. Bencana alam ini bukan terjadi dengan sendirinya atau karena “ya dari sononya”, tetapi karena adanya perubahan alam yang disebabkan juga oleh perilaku manusia. Ya alam simpel aja, dia mengembalikan dampaknya ke kita lagi, deh. 

Jadi, perubahan iklim di Indonesia dan suhu bumi yang memanas ini bukan hanya soal cuaca yang makin panas. Suhu bumi yang lebih tinggi 0.5 derajat saja sudah sangat membawa masalah untuk ketersediaan air, udara yang sehat, dan makanan kita. Kalau kekeringan semakin meluas, bagaimana petani bisa menanam aneka pangan untuk kebutuhan hidup kita. Belum lagi cuaca yang berubah-ubah dan sering membingungkan waktu tanam.

(Perbedaan 1.5 dan 2 derajat C. Sumber: Materi Kak Anggi).

Pada binatang pun, efek ini tidak terelakkan. Serangga adalah salah satu yang terdampak berat yakni dengan penurunan populasi. Bisa kita bayangkan, apa akibatnya? Makin sedikit madu yang dapat diproduksi oleh lebah serta tanaman yang harus “dikawinkan” melalui perantara binatang bakal semakin susah untuk berkembang. 

Kendati kondisi ini terasa mengerikan (ya memang ngeri, sih), ada sepercik harapan yang dapat kita dapatkan. Tetapi, harapan ini tidak gratis. Sebagaimana impian yang selalu membutuhkan upaya dan kerja keras, situasi bumi di masa depan yang nyaman untuk kita huni juga memerlukan peran kita semua. Semuanya, tanpa terkecuali.

Kita Perlu Agresif

IPCC tidak hanya memberikan gambaran yang membuat kita was-was dengan apa yang telah kita perbuat, tetapi juga memberikan saran serta solusi. IPCC menuliskan pula bahwa kita masih punya kesempatan terakhir untuk menekan kenaikan suhu hingga 1,5 C pada dekade ini, atau dari sekarang sampai tahun 2030. Caranya adalah dengan konsisten, agresif, dan melakukan gerakan bersama-sama dalam skala besar untuk menurunkan kadar konsentrasi CO2 di atmosfer. Atau singkatnya, melakukan upaya untuk dekarbonisasi dengan melakukan aktivitas yang berkebalikan dengan yang sudah kita perbuat selama ini.

Hm.. membayangkannya saja sudah ribet, ya? Saya saja yang tinggal di rumah berlima, kadang kesulitan untuk sekadar menentukan menu makanan yang bisa dimakan semua orang. Apalagi ini bumi yang menjadi rumah dari milyaran penduduk, tumbuhan, dan binatang.

Menyamakan isi kepala tentu mustahil, tetapi, pemerintah bisa melakukan rekayasa sosial melalui peraturan-peraturan yang berpihak pada lingkungan. Kalau nggak ada aturan, manusia pasti semena-mena. Contohnya saja, di Denpasar dan Jakarta, sudah ada aturan yang cukup ketat untuk melarang penggunaan kantong plastik. Tetapi, di Surabaya belum sepenuhnya berjalan. Kalau lagi belanja di minimarket, kita bisa meminta kantong plastik dengan membayar 200 rupiah. 

Indonesia merupakan negara terbesar ke-5 dalam “donasi” emisi untuk dunia. Predikat ini tak seharusnya membuat kita bangga. Apalagi, emisi terbesar berasal dari hutan dan lahan serta batubara. Kalau saya, sangat malu. Kita punya hutan yang luas termasuk juga lahan gambut yang patut kita banggakan. Eeh, bukannya menjadi kesempatan untuk memulihkan iklim malah terjadi pembarakan hutan dengan sengaja serta menggunakannya untuk industri ekstraksi.

Seberapa banyak emisi yang kita produksi sebaiknya tidak lebih banyak dari emisi yang berhasil kita tekan. Emisi ini bukan hanya dari kendaraan bermotor saja. Sampah rumah tangga kita juga berperan. Selain itu berbagai peralatan rumah yang sifatnya sekali pakai turut menambah emisi. Untuk itu, kita juga perlu agresif memulihkan situasi dengan menanam pohon (kalau tidak bisa secara langsung, bisa ikut adopsi pohon atau adopsi hutan), memulihkan ekosistem, memulihkan laut.

Kita butuh melakukan upaya ini karena sebagai penduduk Indonesia, kita sangat berisiko. Ada laporan Climate Risk Country Profile yang dibuat World Bank menunjukkan bahwa Indonesia sangat rentan atau highly vulnerable terhadap perubahan iklim. Bencana seperti kekeringan, banjir, perubahan pola curah hujan, sangat berdampak pada masyarakat.

Beberapa penyebabnya adalah karena penduduk yang sangat padat serta ketergantungan yang tinggi pada sumber daya alam. Dan tebak, siapa yang paling terkena dampak terberat? Yup, penduduk miskin karena mereka memiliki akses yang terbatas untuk beradaptasi.

Kesadaran Anak Muda dan Harapan untuk Iklim Dunia

Upaya yang masif dan besar memang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah. Karena pemerintahlah yang memiliki daya dan wewenang untuk mengatur warga negaranya termasuk pengelolaan sumber daya alam. Beberapa kebijakan terkait pengurangan penggunaan batubara, peralihan ke energi bersih dan terbarukan, moratorium lahan gambut, perlindungan hutan, mencegah karhutla, restorasi dan rehabilitasi ekosistem alam, serta upaya untuk mewujudkan ruang yang nyaman bagi semua kalangan termasuk untuk kelompok miskin yang rentan.

(Generasi muda dan iklim. Sumber: materi Kak Anggi).

Kendati demikian, menunggu pemerintah turun tangan juga tidak baik. Soalnya, kadang sudah ditungguin tapi nggak datang-datang atau nggak kunjung dilakukan hehehe. Jadi, kita juga perlu bergerak. Menariknya, gerakan dan kesadaran akan perubahan iklim ini cukup riuh di kalangan anak muda. Bagi anak muda, perubahan iklim membuat mereka sedih, takut, khawatir, marah, dan sejumlah emosi negatif lain yang mereka rasakan. Bahkan secara ekstrim, banyak juga yang akhirnya memutuskan untuk tidak menikah dan tidak memiliki anak agar bumi tidak overload.

Nah, kalau sudah begini, kita-kita yang termasuk generasi milenial yang sudah berumur 20 akhir, 30 awal, maupun generasi boomers yang mampir ke tulisan saya, sebaiknya juga turut memberi kontribusi. Sederhana saja, kita bisa melakukan aksi mengurangi karbon.

Terdapat tiga cara. Pertama, dalam persoalan pangan. Sebisa mungkin kita tidak membuang banyak sampah organik atau mengolah sampah organik menjadi pupuk yangg bermanfaat untuk tumbuhan. Jadi, kembali lagi ke alam. Sementara untuk sampah yang susah terurai, dapat kita serahkan ke yang lebih ahli untuk mengolah. Kita hanya perlu pandai memilah sampah saja.

Kedua, dalam industri fashion. Saya sangat menyarankan untuk menganut slow fashion alias nggak terlalu heboh gonta-ganti pakaian sesuai dengan tren terbaru. It’s ok to have and wear the same clothes over and over again. Saya sampai punya jaket sejak SMA yang sudah buluk, tapi, anehnya semakin buluk semakin nyaman digunakan hehe. Kalau ada pakaian yang sudah tidak nyaman lagi, bisa kita fungsikan sebagai keset, lap, tas, atau hal lainnya. Kita juga bisa beralih ke brand fashion yang lebih ramah lingkungan dan sosial.

Ketiga, dalam hal penggunaan bahan bakar. Sebisa mungkin, kita menghemat kepemilikan kendaraan. Meskipun katakanlah kita mampu untuk membelinya, balik lagi, tanya kebutuhan kita. Apa iya untuk satu keluarga beranggotakan empat sampai lima orang perlu tiga mobil? Kalaupun memang butuh banyak kendaraan pribadi, pilihlah kendaraan yang sudah ramah lingkungan. Saya sempat membaca isu bahwa tahun 2040 nanti, Indonesia akan memperbanyak kendaraan listrik. Saya rasa, ini rencana yang bagus. Tinggal kita lihat nanti gimana pelaksanaannya. 

Keempat, jangan ragu untuk berisik. Kalau punya blog, tulislah tentang perubahan iklim di Indonesia dari sudut pandang manapun. Kalau punya media sosial, bagikan postingan-postingan yang berkaitan dengan lingkungan. Bisa juga dengan memberi dukungan melalui petisi yang berhubungan dengan isu lingkungan.

Penutup

Keadaan bumi yang semakin panas rupanya secara tidak langsung membuat ruang gerak kita semakin terbatas. Sumber daya pun bisa berkurang dan kita jadi dituntut beradaptasi menyesuaikan kondisi alam akibat perbuatan kita sendiri. Saat ini, mungkin kita merasa tidak nyaman, tetapi, kondisi ini bukan hal permanen. Kita masih bisa mengubahnya dengan lebih peka dan mau bertindak secara konsisten mulai dari hal yang paling dekat dengan kita untuk lingkungan. 

Kalau kamu, apa aja kegiatan yang sudah kamu lakukan untuk mencegah kenaikan suhu bumi? Coba bagikan cerita dan pengalaman kamu di kolom komentar, yuk. Siapa tau bisa menginspirasi teman-teman lainnya.

57 tanggapan pada “Perubahan Iklim di Indonesia yang Kian Terasa”

  1. Pernah sekali ke Surabaya, entah tahun berapa tepatnya. Mungkin antara tahun 1995 atau 1996. Terasa banget panasnya, gersang dan kendaraan di sana banyak didominasi sama motor. Saya pikir Jakarta udah cukup panas, eh ternyata di Surabaya jauh lebih panas.

    Kok saya ketawa ya pas liat gambar, ada si Jack nyariin Rose. Mungkinkah Jack bangkit lagi karena merasa kepanasan di laut atau gimana? Hahahaha.

    Iya memang sebagian besar alam rusak karena ulah manusia itu sendiri. Rasanya bakalan sulit untuk mengendalikan seperti keadaan semula, tapi nggak ada salahnya untuk terus dicoba meningkatkan kesadaran setiap manusia untuk menjaga lingkungannya. Setidaknya dimulai dari dalam lingkungan keluarga dulu ya.

    Makasih ulasannya yang keren dan bikin senyum sendiri ngeliatin gambarnya.

  2. Sudah 6 tahun saya tinggal di Malang. Pertama saya datang merasakan dingin, tapi kalau kata penduduk asli hal itu sudah tidak seperti ketika mereka masih kecil. Hal ini menunjukkan memang sudah terjadi perubahan iklim dengan naiknya suhu bumi.
    Harus mulai dari kita sendiri untuk menyelamatkan bumi semisal dari hal kecil dengan memilah sampah

    1. Malang aja yang terkenal dingin, iklimnya sudah mulai berubah perlahan?? Terasa ya suhu bumi semakin naik. Dan belum ada tanda-tanda akan turun. Malah mungkin akan naik terus, kayak dolar, hhahahaha

  3. Pas banget ini artikelnya, Mbak. Di Yogya aja sekarang suhunya mencapai 33 derajat, sampai males mau pergi ke mana-mana. Apalagi rumahnya tak ber-AC macam rumah saya, bingung juga jadinya. Di rumah panas, ke luar rumah pun panas. Tak ada cara lain selain berusaha memperbaiki bumi dari lingkup terkecil, yaitu dari rumah terlebih dahulu,salah satunya dengan meminimalisir aneka “sampah” dari kebutuhan rumah tangga.

  4. Begitu pun dengan Pekanbaru mbak. Padahal AC baru aja dibersihkan eh pasang suhu 17 derajat tetep aja ngerasa gerah. Sadar banget ini terjadi karena perubahan iklim, karena itu aku juga udah ngelakuin keempat cara yang mbak sebut di atas.

  5. Sepakat, Mbak. Bencana alam yang terjadi sekarang bukan karena dari sononya, atau semata-mata takdir. Ulah manusia juga jadi faktor penentu. Btw, aku juga penganut slow fashion. Slow banget malah. Yang bisa membuatku beli baju baru biasanya kalo baju lama sudah tak muat lagi atau kainnya mulai rapuh 😀

  6. Ternyata, limbha dari dunia fashion itu juga berpengaruh buruk pada iklim di negara kita ya kak.

    Pantes semakin hari cuacanya selalu ekstrim dan panasnya bukan main

  7. Di beberapa obrolan grup malah ada yang sampe 36 derajat suhu ruangannya mba. Saking panasnya. Beliau di kalimantan. Dan kalo keluar udah sampe 41 derajat. MasyaAllah bangett dahh. Selain efek kulminasi juga ada efek naiknya suhuu planet ini

  8. Masalah perubahan iklim ini memang jadi PR dan tanggung jawab bersama, sebagai makhluk Bumi, kita pun juga wajib menjaganya agar apa yang kita rasakan saat ini tidak semakin parah untuk generasi berikut, melainkan jadi lebih baik.

  9. Ngeri banget ya dengan keadaan iklim bumi yang sekarang. Ga bayangin gimana anak cucu nanti sepeninggal kita. Jangan-jangan, hutan hanya akan jadi dongeng belaka, jangan sampe. Nah, untuk apa yang bisa aku lakuin sekarang ini masih agak bingung ya. Apalagi soal sampah, bocil kembarku dua-duanya masih pakai diapers yang pastinya bikin sampah makin menumpuk. Ya ampyuuun, ternyata aku juga menyumbang pengaruh ke cuaca panas yang terjadi sekarang. Tapi apa daya, enggak pakai diapers ya jelas mamake yang ribet nyuci popok segitu banyak. Serba salah juga.

  10. Setuju banget, Mbak. Aku pertama kali ke Surabaya tahun 2015 dan tinggal di Jember, aduh panasnya tuh kayak matahari pas di ubun-ubun. Mungkin karena kulitku juga udah terbiasa di Bandung. Meskipun sekarang udah hampir 7 tahun di Jember, tapi tetap merasa panas sih, sehari bisa 5 kali mandi heheh…. Efek perubahan iklim terasa banget ya.

  11. Kebtulan suamiku orang sidoarjo nih mba jadi tahu banget kondisi surabaya kek apa panasnyaa ruaar biasaa deh tapi memang kalo dirasa skrang panasnya nambah ya bekasipun super berati emang perubahan iklimnyaa sudah memprihatinkan yaa

  12. Akhirnya aku tau mba penyebab kenapa akhir-akhir ini udara panas banget, sampai anak-anak ku biang keringetan semua, berarti karena kita penyebabnya maka kita juga ya yang harus menyelesaikannya. Klo untuk urusan fashion Alhamdulillah aku juga ga ikutin tren

  13. Belakangan ini juga Cikarang panasnya tak tertahan mba. Padahal sudah masuk musim penghujan. Tetapi, panas masih merajalela. Ini pasti karena perubahan iklim. Aku perlahan mulai nulis tentang lingkungan juga mba di blog khusus.

  14. caranya sebenarnya sangat sederhana yah bun untuk bisa ikut serta menjaga perubahan iklim di indonesia dan dunia pada umumnya namun memang dibutuhkan waktu yang tidak sedikit karena harus banyak dilakukan sosialisasi secara terus menerus.

    dalam hal pangan misalnya aku masih sering tuh buang2 makanan karena gak habis, masih kurang kreatif juga untuk mengolah kembali masakan atau untuk pakaian2 juga masih sering beli-beli tapi gak dipake.

  15. Pingback: Home Lift Hemat Listrik di Indonesia, Seperti Apa?

  16. Pernah ke Surabaya dan memang panas, tapi kayaknya sekarang, daerah yg dulu terkenal sejuk seperti Bandung pun sudah tidak sesejuk dulu, sekarang udsh mulai panas cuacanya, apalagi cuaca cukup ektrem, pagi sampai siang panas, lalu tiba-tiba hujan deras sampai ‘malam

  17. Pingback: Mindful Eating: Cara Baru Kulineran yang Ramah untuk Perubahan Iklim

  18. Iya mbak, saya juga merasakan, jogja ini semakin panas saja. Dan kita memang harus berkontribusi semampu kita. Minimal dengan mengelola sampah rumah tangga. Mksh mbak sharingnya. Bermanfaat..

  19. Waduh bocor amat temannya ngomong, surabaya bocoran neraka. Kelakar kebangetan. Yang penting dari rumah kita bisa mulai dukung mitigasi iklim. Biar anak cucu bisa merasakan adem kota surabaya suatu saat nanti

  20. Wah, saya jadi ikutan gemes nih mba dengan kondisi negeri. Bener banget ya, harusnya hutan yang luas ini bisa memulihkan iklim, bukannya terjadi pembakaran hutan yang membuat kita jadi makin terpuruk. Kalau di Bandung sekarang lagi sering hujan Mba. Alhamdulillahnya saya dekat di Gunung yang masih dingin dan tidak terpapar polusi

  21. Bener mba sekarang bumi semakin panas. Anak aku aja sampai biang keringat parah coba. Saking panasnya iklim. Memang kita harus peka nih dan melakukan apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi dampak buruk dari perubahan iklim ini. Tanggung jawab ini tanggung jawab betsama dan harus mulai dari diri sendiri

    1. benar nih Mbak, hampir sama dengan anaknya Mbak, anakku sekarang klo siang tuh suka lepas baju, biar kata dipakein baju you can see gitu tetap dibuka, kalau gak dibuka sih dia biasanya pilih tidur di dekat jendela biar kena hembusan angin gitu.
      setuju nih permasalahan perubahan iklim ini tanggung jawab kita bersama, gak bisa menitik beratkan ke satu pihak saja.

  22. Iya kerasa banget nih di tempat saya bisa hari ini panaaaaas banget, besoknya hujan deras. Badan juga jadi mudah drop karena cuacanya nggak menentu.
    Dari tulisan di atas sepertinya saya sudah menerapkan yang nomor dua. Soal fashion saya jarang banget yang namanya keracunan trend. Kalau pun pengen biasanya lihat isi lemari dulu apa yang bisa di mix and match. Sekarang juga lagi suka ngethrift. Selain terjangkau bisa dapat baju second yang ternyata masih sangat layak pakai.

  23. Sama nih kita, Mbak .. Makassar juga panas sekali.
    Rupanya fakta ya bahwa suhu bumi saat ini, baik di atmosfer, darat, dan lat, merupakan yang terpanas sepanjang sejarah. Bagi saya seperti panas di tahun2 sebelumnya sih ya karena saya tidak membiasakan diri menggunakan AC padahal suhu sudah meningkat dari sebelum2nya.

  24. Kolaborasi dengan penerapan konsisten kita bisa mengurangi dampak emisi karbon ya. Memang harus ada perubahan agar bumi ini dapat kembali sehat lagi

  25. Menarik banget materi yang disajikan di infografisnya, meski saya sempat salfok sama jack dawson, hihihi…
    Ngeri ya dampaknya… Semoga kita semua bisa kompak secara agresif memperlambat perubahan iklim…

  26. Sekarang memang semakin kerasa banget ..dulu masih bisa diprediksi kalau mulai september itu pasti musim hujan sekarang kadang ga berlaku aturan itu. Mudah2an dengan semakin banyak yang peduli bumi membaik kembali

  27. Sepakat banget sama cara nomer 3. Mengurangi konsumsi bahan bakar itu sangat baik. Negara” maju sudah mempraktikannya dengan membatasi kepemilikan kendaraan pribadi dan menganjurkan masyarakatnya menggunakan moda transportasi umum.
    Wal hasil konsumsi bahan bakar semakin rendah.

  28. Alhamdulillah di Purwokerto masih punya hawa stabil dan nyaman, Kak. Tapi beda dengan kota mertua, Kebumen. Mungkin karena dekat pantai juga. Malamnya dingin banget.
    Namun, yang paling penting, kami ikut serta dalam kegiatan peduli iklim. Hemat gas, air, dll

  29. Wiwin | Pratiwanggini.Net

    Saya termasuk yang tidak mengikuti trend fashion. Iya, bajunya itu-itu aja. Kalo udah buluk dijadikan keset/lap hehehe.. Ternyata ada manfaatnya juga sehubungan dengan perubahan iklim.

  30. Informasinya dapet banget nih mba, aku jadi tahu banyak tentang penyebab dan dampak dari perubahan iklim berikut solusinya. Semua balik lagi ke manusianya lagi ya mba, kalau kita bisa saling menjaga kelestarian alam, In Sha Alloh akan ada perubahan untuk Bumi ini.

  31. Sepakat nih kalau hanya nunggu pemerintah bertindak wah kelamaan ya. Dan harus anak muda nih yang juga punya kesempatan dan kemampuan untuk bergerak bersama . KIta pun dapat lakukan dengan berbagai kegiatan kecil tapi berarti

  32. Sebenernya kita bisa ikut berkontribusi dalam mencegah perubahan iklim yang ekstrim ya. Salah satunya ya dengan menggunakan kembali wadah yang bisa dipakai seperti botol bekas minuman mineral atau kalau belanja ya membawa tas belanja sendiri untuk meminimalisir plastik belanjaan.

  33. Dulu kerap kali beli pakaian dengan prinsip “beli aja dulu nanti pasti kepakai” yang terjadi kemudian adalah jd menambah tumpukan baju tidak terpakai selain baju bekas.

    Jadi merasa tersindir deh mba, padahal dengan mengurangi pembelian pakaian dpt ikut serta menjaga perubaham iklim, cara yg sangat sederhana sekali namun dibutuhkan kesadaran yang sangat tinggi.

    Mulai sekarang harus lebih kuat lagi nih menjaga jari2 dari belanja pakaian online.

  34. banjarmasin juga sekarang panas banget, mbak. mana juga tahun kemarin kena banjir padahal selama puluhan tahun nggak pernah kena banjir. memang benar perubahan iklim sekarang berasa banget di berbagai wilayah. sebisa mungkin ya kita berusaha untuk melindungi bumi ini dari kerusakan kayak yang mbak tuliskan di atas

  35. Bener banget nih perubahan iklim makin terasa dan tak terduga , Dan akupun mengurangi wadah plastik beralih menggunakan totebag untuk mengurangi dampak iklim yg semakin extrem

  36. Memang menjadi tanggung jawab kita bersama agar lingkungan dan alam terjaga ya mbak. Mungkin kalau saya berupaya,mengurangi sampah rumah tangga berupa sisa makanan. Karena di samping pemborosan dan mubadzir,
    ternyata ini juga penyumbang naiknya suhu bumi ya. Semoga saja kalau banyak yang melakukan, bumi segera membaik

  37. Sampah masih menjadi beban negara apalagi tempat pembuangan akhir sampai di bantar gebang sudah menggunung, kalau di keluarga kami sisa makan terbilang habis tidak ada sisa bila makan kami ambil secukupnya agar tidak ada susa

  38. Pingback: Dekarbonisasi di Indonesia dan Inspirasi dari Wakanda

  39. Pingback: Traveling ke Cimory Prigen Pandaan Saat Liburan Imlek 2022

  40. Pingback: Imunisasi Lengkap, Rahasiaku Lindungi Keluarga dari Risiko Kesehatan

  41. Pingback: Keanekaragaman Hayati di Indonesia: Anugerah yang Perlu Kita Jaga

  42. Pingback: Dampak Perubahan Iklim Pada Keseharian Kita

  43. Pingback: Review Skincare Xtracare: Skincare dengan Ionic System Pertama

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *