#IniUntukKita - Memutus Mata Rantai
untuk Hidup yang Lebih Damai
Dua juta lima ratus rupiah. Adalah biaya yang harus kami keluarkan pekan ini untuk memasang pemanas air, mesin cuci, dan menguras tandon air. Saya manyun seharian, sebab, saya tidak ingin ada pemanas di kamar mandi. Toh, Surabaya sudah panas, belum lagi tagihan listriknya. Tapi, suami bersikukuh karena dia sering mandi malam-malam dan agak repot kalau harus memasak air terlebih dahulu. Dia kemudian meyakinkan, “Tenang, Sayang, Mas sudah anggarkan.” Kalimat yang akhirnya membuat saya menyepakati keinginannya. Saya memang susah berkompromi dengan pengeluaran yang mendadak. Saya selalu waspada, sejak kejadian empat tahun lalu di keluarga mertua.
Tepat setelah anak pertama saya lahir, saya mendapat kabar yang kurang menyenangkan dari Bapak mertua. Bapak butuh uang untuk melonggarkan jeratan utang dari lintah darat. Beberapa bulan kemudian, Bapak memohon lagi agar kami mengirimi belasan juta untuk menebus rumah yang akan disita. Permintaan Bapak tidak kuasa kami tolak. Tak mampu kami membayangkan wajahnya yang penuh peluh dan masih harus menanggung beban.
Sebisa mungkin kami membantu, kendati kondisi ini mengoyak keuangan keluarga kecil kami. Apalagi, keluarga kami masih seumur jagung, minim pengalaman, perencanaan keuangan pun jauh dari kata matang. Mau tidak mau, kami harus akselerasi.
Pada saat inilah saya mengenal istilah sandwich generation. Saya baru tahu bahwa situasi ini banyak dialami oleh milenial. Kondisi ini membuat saya belajar tentang literasi ekonomi dasar dan mengatur keuangan. Saya bertekad untuk memutus mata rantai. Saya harap masalah keuangan dan jebakan utang konsumtif berhenti sampai di sini. Saya ingin keluarga kecil saya bangkit, berdaya, dan kami pun bisa semakin produktif serta memberi kontribusi untuk perekonomian negara.
Empat tahun lamanya proses ini berjalan, dan saat ini, saya bisa dengan bangga mengatakan bahwa kami hampir berhasil. Literasi ekonomi yang kami bangun untuk keluarga kecil dan mertua membuahkan hasil yang baik. Saat ini kami bisa berinvestasi, Bapak juga sudah memangkas utang konsumtif, tinggal utang yang produktif saja yang masih dicicil. Bapak bahkan berhasil melebarkan sayap bisnisnya yang semula berupa penggilingan beras skala kecil, kini Bapak beternak bebek dan memelihara sekitar 180 ekor. Per hari, bebek peliharaan Bapak bisa bertelur sebanyak 100 butir. Kegiatan ini membawa dampak yang baik untuk desa. Beberapa TK di Kabupaten Banjarnegara kerap berkunjung ke peternakan Bapak sebagai area belajar. Berikut video saat Bapak sedang angon bebek di sawah.
Saya ingat dulu pernah mengatakan pada suami saat saya memiliki rencana jangka pendek dan jangka panjang.
“Ini untuk kita. Untuk keluarga kita, untuk masa depan kita, Mas.” Sekarang, saya cukup bangga pada diri saya sendiri. Sebab, saya hanya berstatus “ibu rumah tangga” tetapi saya berhasil mencarikan jalan keluar untuk perekonomian keluarga, membuat keluarga kami lebih berdaya.
Pada tulisan ini, saya akan membagikan pengalaman literasi ekonomi yang telah saya praktikkan. Beberapa poin mungkin cukup relevan bagi milenial, khususnya yang telah berkeluarga.
Ibu Rumah Tangga Milenial
Penyelamat Perekonomian Keluarga dan Negara
Sebagai milenial, saya jarang mendapat wawasan keuangan dari orang tua saya. Sayangnya, suami tak jauh berbeda. Saya hanya mendapat wejangan untuk hemat dan menabung. Dua hal sederhana yang agak susah diterapkan. Zaman sekarang, godaan konsumsi sangat besar. Apalagi sudah punya anak, kebutuhan makin banyak. Kalau semua terus dituruti, lama-lama bisa merana!
Syukurlah saya cukup akrab dengan media sosial dan saya gemar membaca. Tak henti saya mengedukasi diri melalui buku dan podcast. Beberapa kali saya berdiskusi dengan suami yang seorang dosen ekonomi. Kami banyak ngobrol tentang bagaimana tindakan-tindakan kecil yang saya lakukan bisa berdampak pada kondisi ekonomi negara apabila dilakukan secara serempak.
Di bawah ini adalah beberapa tindakan yang saya ambil untuk meningkatkan literasi ekonomi dan membuat keluarga kami lebih berdaya.
Mengecek kondisi
perekonomian keluarga.
Aksi ini dapat dimulai dengan hal sederhana, yakni menganalisis pemasukan dan pengeluaran setiap bulan. Hal ini akan membantu kita untuk memutuskan tindakan selanjutnya seperti mengatur prioritas, tujuan, membeli, menabung, investasi, dan lain-lain.
Menentukan prioritas
Prioritas masing-masing orang pasti berbeda. Yang sudah menikah, tidak bisa disamakan dengan yang single. Yang statusnya sandwiched atau terhimpit dengan beban orang tua dan anak, tidak elok disandingkan dengan yang tanpa beban. Saran saya, prioritas pertama adalah menyelesaikan masalah (jika ada) seperti utang konsumtif.
Mengatur tujuan jangka pendek dan jangka panjang
Tujuan jangka pendek dan jangka panjang ini agar bisa tahu kapan menyimpan uang untuk dikeluarkan untuk kapan. Ketika kita mengetahui apa tujuannya, kita akan lebih mudah memilih instrumen investasi, menabung, dan menentukan nominal sesuai kondisi keuangan.
Mengalokasikan dana
Setelah tujuan dibuat, saatnya kita membuat alokasi dana. Untuk Ibu Rumah Tangga, alokasi ini dapat dimulai dari menyisihkan pengeluaran harian. Saya bahkan menggunakan dompet khusus agar lebih tertata. Sementara untuk dana yang lain seperti tabungan pendidikan anak serta asuransi, masuk ke pos yang lain.
Menabung dan berinvestasi
Saran saya, ambil tabungan perencanaan. Ini akan “memaksa” kita menyisihkan dana yang sudah kita sepakati pada awal bulan. Tabungan perencanaan juga akan menghindarkan kita dari sifat konsumtif.
Sementara untuk investasi, pelajari instrumen yang sesuai dengan kondisi keuangan keluarga. Saya dan suami saat ini menggunakan investasi emas dan sedang mempelajari SBN Ritel. Kami memang berencana untuk berinvestasi SBN Ritel. Ngomong-ngomong, apa kalian sudah tahu tentang SBN Ritel?
SBN atau Surat Berharga Negara adalah produk investasi yang diterbitkan dan dijamin oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada kita, warga negara Indonesia. SBN Ritel ini ada beberapa jenisnya, ada SBR (Savings Bond Ritel), ST (Sukuk Tabungan), ORI (Obligasi Negara Ritel), dan SR (Sukuk Ritel). Saya tidak akan menjelaskan lebih jauh sebab informasi ini dapat kalian peroleh di website DJPPR Kemenkeu. Oh, ya, DJPPR juga sedang membuka Sukuk Ritel SR013 sampai tanggal 23 September nanti, lho.
Evaluasi
Evaluasi ini saya lakukan setiap bulan. Saya rutin memantau kabar mertua, apakah ada utang konsumtif lagi? Bagaimana bisnisnya? Saya juga bertukar info secara berkala dengan adik ipar yang akan memulai investasi dengan reksadana dan mengikuti langkah saya untuk membuka tabungan perencanaan.
Pada Akhirnya, Ini Semua untuk Kita
Harus saya akui, dua tahun pertama dalam menata keuangan dan mengedukasi diri tentang literasi ekonomi begitu berat. Terlebih, saya bukan tipikal orang yang rapi dan suka membuat perencanaan yang matang. Namun, kembali lagi ke prinsip awal tadi: ini untuk kita. Untuk masa depan kita, untuk keluarga kita.