“I hate Istanbul, My Dear. Everything is expensive and too crowded. I’m glad I’m living in Asian part, it’s more quiet than European Part.”
Begitu kata Mbak Serap, tour guide kami selama di Turki. Saya bisa memaklumi kejenuhannya tinggal di Istanbul yang kepadatan dan macetnya seperti Jakarta. Sebagai wisatawan, saya tentu merasa hepi-hepi aja bisa ke Istanbul dan bisa melihat keindahan kota dua benua ini. Tapi kalau boleh jujur, Istanbul memberikan kesan penutup yang kurang menyenangkan. Kendati demikian, tentu tetap banyak hikmah yang bisa saya ambil atas pengalaman selama dua malam di Istanbul. Ah, sungguh kota padat yang biasa saja sekaligus istimewa buat saya.
Numpang Bobok Dua Malam
Saya mendapat 2 itinerary dari Mbak Jannah, admin Cheria Travel yang melayani saya. Itinerary yang pertama menunjukkan jelajah Istanbul akan kami lakukan setelah landing di Sabiha Gokcen International Airport. Namun, karena ada perubahan jadwal maskapai, kami dapat itinerary baru dengan jam terbang baru dan jadwal kunjungan yang berbeda.
Di itinerary kedua ini, keliling Istanbul baru dilakukan di hari terakhir. Kami naik pesawat pagi dari Jakarta, sampai di Istanbul sekitar jam 23.00 malam dan tanpa babibu langsung menuju ke Hotel pertama di Istanbul. Besok paginya, kami nggak berkeliling dulu di Istanbul, melainkan kembali mengepak koper dan masuk bus untuk menempuh 154 km menuju Bursa.
Agenda keliling Istanbul justru ada pada dua hari terakhir dengan semalam menginap di Istanbul. Agendanya pun ternyata cukup padat. Eh, sebetulnya ya enggak terlalu padat dan banyak, sih, tapi yang bikin makan waktu karena Istanbul itu udah kayak Jakarta. Macet puwol! Makin macet karena ada pembangunan di beberapa area dan kontur tanah Istanbul yang berbukit-bukit. Musim dingin yang katanya sepi turis, sepertinya tidak berlaku di Istanbul.
Ngomongin soal musim dingin di Istanbul, di sana tuh nggak bersalju. Setidaknya saat saya ke sana kemarin sekitar awal Januari, ketika kota lain di Turki sudah banyak yang tertutup salju. Karena nggak bersalju, dia jadi hujan terus. Nggak terlalu deras, tapi nggak kunjung berhenti dan tentu saja agak menghambat gerak kami. Belum lagi ada yang nyasar, ada yang terlambat masuk bus, dan lain sebagainya. Nggak enaknya pergi bareng rombongan banyak gitu sih, nggak semua orang bisa disiplin dengan waktu yang telah disepakati.
Meskipun cuaca tidak berkawan, saya cukup puas bisa memandangi suasana kota Istanbul dan mengamati bangunan-bangunan bersejarah. Tidak semua area kami datangi, beberapa masjid dan istana megah hanya kami lewati. Saat kami akan melewati Dolmabahce Palace, saya melihat sepanjang jalan ada banyak foto Mustafa Kemal Ataturk dan momen bersejarah Turki. Rupanya, dulunya Dolmabahce Palace ini merupakan pusat pemerintahan dan di istana ini pula Mustafa Kemal Ataturk meninggal sebelum kemudian makamnya dipindah ke Ankara.
Seperti yang sudah saya ceritakan pada postingan “Keliling Turki” sebelumnya, kami tidak sempat mengunjungi Mount Erciyes, Taksim Square, dan Topkapi Palace. Kalo Gunung Erciyes mah saya nggak terlalu kepengen ya. Jujur saja setelah merasakan bahwa musim dingin tidak seasik yang dibayangkan, saya jadi menghindari terlalu lama bermain salju biar nggak meriang hehehe. Di Istanbul, saya sudah membayangkan bisa berkeliling di 3 tempat ternama itu: Hagia Sophia, Blue Mosque, dan Topkapi Palace. Alhamdulillah saya berhasil ke Hagia Sophia bareng rombongan dan bisa shalat Jum’at di Blue Mosque. Topkapi Palace? Ah, mungkin Allah sengaja menunda kesenangan agar kelak saya bisa ke Istanbul lagi.
Melihat Dua Benua dari Atas Bukit Camlica
Agenda pertama kami setelah bertolak dari Ankara adalah ke Bukit Camlica. Seperti yang saya katakan di atas, kontur tanah Istanbul itu tidak rata, banyak bukit-bukit kecil. Bahkan di wilayah apartemen dan ruko pun juga banyak jalanan yang naik turun. Salah satu tempat yang tepat untuk melihat keindahan Istanbul dari atas adalah Bukit Camlica. Bukit Camlica ini masih berada di wilayah Asia dan daerah ini cukup populer. Banyak turis yang melihat-lihat dan berfoto di sini. Ada taman bunga kecil yang juga cukup indah untuk bersantai pada sore hari.
Saya cukup senang bisa menghabiskan sekitar 30 menit di puncak Bukit Camlica untuk memandangi Istanbul dari ketinggian. Tiga jam sebelumnya, kami sempat terjebak macet di jalan tol dari Ankara menuju Istanbul, cuaca pun terbilang mendung. Sempat khawatir akan hujan dan akhirnya nggak bisa melihat apa-apa. Syukurlah hanya gerimis. Mendung juga tidak bernaung terlalu rendah.
Di sekitar Bukit Camlica juga ada beberapa restoran dan warung kecil yang menyajikan kuliner lokal. Saya nggak mencicipi, karena setelah dari Bukit Camlica kami akan makan siang, khawatir saya kekenyangan sebelum waktunya hehehe. Oh ya, ada toilet di salah satu restoran yang bisa kamu gunakan, cuman agak mahal, oy. Kalau biasanya cuma minta 1 atau 1.5 Lira, di restoran ini bisa 2 Lira. Sekitar 5 ribu rupiah untuk kencing di toilet yang sangat sempit!
Dari puncak bukit, saya bisa melihat 3 jembatan penghubung Asia dan Eropa di Istanbul, yakni Bosphorus Bridge, Galata Bridge, dan Fatih Sultan Mehmet Bridge. Saya juga melihat Selat Bosphorus dan Laut Marmara yang penuh dengan perahu kecil dan kapal-kapal yang bersandar di pelabuhan. Saya memahami mengapa Serap mengeluh dengan kepadatan kota ini. Sehari-dua hari mungkin nggak terasa, ya. Kalau sudah bertahun-tahun tinggal di sana, pasti beda ceritanya.
Santai Sore di Selat Bosphorus
Kami berkesempatan naik perahu untuk berkeliling singkat di Selat Bosphorus dan melewati dua jembatan. Rasanya ya seperti naik perahu di Kenjeran! Hehehe. Bedanya di Istanbul lebih dingin dan burungnya sangaaat banyak! Kedatangan ratusan burung ini bisa menjadi atraksi tersendiri. Terkadang, ada awak kapal yang sengaja meminta penumpang untuk memberi makan para burung dan membuat mereka ngerumpul di atas dek kapal.
Kami naik kapal yang berukuran sedang, pas lah untuk 20-an orang. Beberapa orang tua memilih untuk duduk di dalam kapal, sisanya, berebutan naik ke atas dek kapal untuk menikmati dinginnya udara Istanbul. Syukurlah sore itu tidak hujan, meskipun tidak juga cerah. Langit yang kelabu masih menemani kami hingga esok hari.
Berkeliling dengan perahu di selat Bosphorus tidaklah lama, sekitar satu jam. Namun, pemandangan yang disajikan cukup menggairahkan. Saya melihat Galata Tower dan Beylerbeyi Palace (iya, susah bener lafalnya). Serap bercerita, Galata Tower punya unsur magis, katanya kalau bisa naik ke menara setinggi 66 meter bersama pasangan, cintanya bisa abadi. Sounds familiar, eh? Sementara Beylerbeyi Palace sendiri merupakan kediaman musim panas pada era Kesultanan Utsmaniyah.
Oh ya, saat saya ke Istanbul, di sepanjang Selat Bosphorus sisi Eropa tengah dibangun proyek besar. Kata Serap, kelak akan ada pelabuhan cantik dengan fasilitas seperti di bandara yang menjadi tempat transit para kapal dari Eropa maupun Asia.
Nahkoda kapal terus mendendangkan lagu khas Turki yang tidak terlalu ramah di telinga saya. Saya nggak punya banyak aktivitas selama di atas kapal selain merekam sore yang indah di Istanbul sambil berdoa dalam hati semoga kelak saya bisa menikmati sore hari serupa bersama anak-anak dan suami.
Mborong Cinderamata di Grand Bazaar
Setelah puas mengitari Selat Bosphorus, kami langsung dibawa ke Grand Bazaar, Malioboro-nya Istanbul. Sebelum belanja di Grand Bazaar saya sudah browsing tips-tips dari beberapa travel blogger. Saya mempelajari bagaimana cara penjual memasarkan barang dan belajar strategi menawar harga. Saya juga tidak berencana beli banyak, hanya beberapa oleh-oleh yang memang belum saya dapatkan di kota lain. Terkait strategi beli oleh-oleh di Turki ini akan saya buat postingan tersendiri yang Insya Allah lebih komplit.
Tidak banyak waktu yang kami miliki di Grand Bazaar, seingat saya hanya satu jam, sebab saat winter Grand Bazaar tutup lebih awal sekitar pukul 7 malam. Dengan waktu yang sangat singkat, saya berusaha fokus pada list belanja dan berusaha mengingat jalan. Grand Bazaar ini guede bianget ya dan dia punya 18 gate! Saya berjalan bareng Pak Jaksa asal Kendari yang juga jadi bujang 10 hari. Kami jalan bareng karena khawatir nyasar, daripada kena omel orang se-bis kan yha. Saya kemudian berhenti di salah satu toko yang menjual gantungan kunci sangaaat murah.
“Dua Lira saja, yang ini satu Lira. Murah.. murah… closing time price,” begitu kata salesman toko. Itupun ada beberapa barang yang masih bisa ditawar, lho. Anyway, iya, penjual di Turki lumayan fasih berbahasa Indonesia.
Melihat saya berhasil mendapat harga yang lumayan miring dengan barang yang bagus, beberapa peserta tour jadi ikut mampir ke toko dan ikutan mborong oleh-oleh. Laris.. lariss…! Kami cukup beruntung karena datang saat toko hampir tutup, saat musim dingin, dan saat arus wisatawan lebih sedikit yang datang. Saya cukup puas belanja di Grand Bazaar dan di tempat perbelanjaan lainnya. Bonusnya, saya juga jadi paham bagaimana rahasia berjualan laris ala orang Turki. Segera akan saya bagikan membagikan pengalaman berbelanja di sini. Insya Allah di postingan selanjutnya, ya.
Sempatkan Makan Ikan Segar
Karena waktu yang sangat singkat, saya tidak sempat mencicipi kebab Turki yang dijual di dekat Grand Bazaar. Huff, memang agak bikin gondok. Saya juga tidak sempat mencicipi Turkish Ice Cream yang terkenal ngeselin itu. Tapi, alhamdulillah saya sempat makan ikan segar di restoran di bawah Galata Bridge. Asli, ikannya lezat dan terasa sangat segar! Kurang sambel terasi aja siiihhh…
Meskipun nasinya sedikit, saya cukup kenyang menghabiskan satu ikan segar yang tidak memiliki banyak duri itu. Menurut Pak Jaksa dari Kendari yang sudah hafal bagaimana rasa ikan segar, makan siang kami di Galata Resto adalah yang paling lezat. Lemak dan rasa ikan ya terasa sekali dan sangat bersahabat di lidah orang Indonesia. Ada baiknya membawa kecap Bango dan sambal terasi ABC sendiri ya! Hehehe. Saya sarankan kalian mencicipi makan siang di restoran Galata ini jika ke Istanbul.
Selain ikan segar, menu Soto Ayam dan Weci di Endonezya Lokantasi juga wajib dicoba. Ooh, saya yakin semua menu di sana super lezat! Pemilik restoran adalah orang Indonesia, pegawainya yang metik-in sayur dan cuci piring orang Turki. Yang masak? Orang Indonesia, dong. Duh, mendadak perut saya lapar kalau ingat kegembiraan ketemu makanan Indonesia di negeri orang! 😀
Cerita tentang Istanbul rasanya nggak lengkap tanpa tiga bangunan bersejarah dalam satu kompleks: Hagia Sophia, Blue Mosque, dan Topkapi Palace. Tentang kegagalan saya ke Topkapi Palace, kekaguman saya pada Hagia Sofia dan tangis haru saya setelah shalat jumat di Blue Mosque akan saya ceritakan di postingan selanjutnya.
Mantabun…
Sayang ra sido melu..
Wkwk
Pedagang di sana sampe tahu sedikit Bahasa Indonesia, berarti banyak orang Indonesia yang belanja ya? Hehehe
Aamiin untuk harapannya ke Topkapi, semoga kesampaian suatu saat nanti ya Mbak.
Yang saya kangeni dari daerah ini adalah musim dingin yang sejuk dan dingin tentunya. Kalo di Jakarta hujan ataupun nggak tetap saja… gerah.
Sehat-sehat selalu ya, Mbak.
Memang kalau jalan2 hal yg paling dinanti adalah belanja. Apalagi di Grand Bazaar, banyak banget oleh2. Pengalaman ke Istanbul belum pernah. Semoga ada kesempatan ya mba.
Turki punya banyak sisi unik. Saya tahunya tentang Turki pertama kali dari majalah Intisari. Kisah mengenai harem di Istana Topkapi, dan bagaimana orang Kasim menjadi pelayan tepercaya untuk menjaga para perempuan harem di istana. Mbak beruntung bisa menjelajah Turki meski dengan waktu terbatas dan hanya di kota tertentu. kota itu sarat sejarah bahwa Islam pernah memcapai masa keemasan yang cerlang, lalu keruntuhan dinasti karena revolusi yang dilakukan Mustafa Kemal Attaturk mengubah Turki jadi s6sialis. Sekarang Turki kembali pada lajur hakikinya, sebagai negara muslim lagi. Semoga tetap damai karena penhnggalan sejarah itu adalah pengingat bahwa islam punya masa keemasan dari dulu sampai sekarang meski pernah tenggelam.
Itu ada bakwan juga ya yang di sebelah mangkok soto? Wkwkwk, aku galfok beneran sama bakwan itu. Dan aku pun rencana akan baca artikel tentang Turki di blog ini, nantinya. Mupeng ke Turki sekalian umroh gitu mbak
Kalau baca2 tulisan ttg jln2 terutama yg ke LN, selalu terbersit do’a semoga aku bisa ke tempat ini juga. Doain ya mbk, daku bs jln2 kayak dikau gini. Keren. Btw ditunggu tulisan ttg jln2 di turki selanjutanya yak.
Mba Nabila, aku jadi envy banget baca tulisannya hehehe. Mba kalau berkenanan, boleh sharing tulisan soal budget selama bepergian ke Turki enggak? pakai travel habis berapa? aku kepo banget 🙂
Saya baru tau kalau Istanbul tidak bersalju. Kalau saya pribadi kurang suka jalan-jalan saat hujan turun. Tetapi, untuk kota secantik ini, kayaknya sayang banget kalau hanya diam di tempat ya, Mbak
Melelahkan ya pastinya jalan-jalan di sana kalau jalanannay turun naik hihihi tapi sehat juga lah ya mbak banyak gerak sambil menikmati pemandangan kota. Makan di sana lebih aman ya mbak karena pendudknya mayoritas muslim ya.
wah Grand Bazaar punya 18 gate berarti toko2nya juga banyak ya mbak, bingung deh pilih2 cendramata di sana.
Ya Allah..indahnyaaa…semoga saya berkesempatan juga menikmati langsung keindahan ini.. Masjid Biru, istana Topkapi dan Selat Bosphorus sangat ingiiiin kudatangi..
Aku pikir hanya di Indonesia kamar mandi itu berbayar, ternyata di luar negeri juga. 😂
Lalu bagaimana mbak apakah orang disana tergolong ramah dan bagaimana makanannya?
Wahhh senangnya bisa jalan-jalan ke Istanbul, saya kapan bisa menginjakkan kaki ke sana yaa? Tapi gak nyangka yaa, ternyata kotanya juga macet, kirain di Jakarta doang, hehehe
Di luar negeri biasanya orang suka kangen masakan Indonesia yaa, Mba. Syukurlah akhirnya ketemu masakan Indonesia, jadi terobati deh kangennya 🙂
Wah walaupun belum semua tempat dijelajahi, tapi berhasil datang ke Istanbul aja udah seneng banget ya Mbaa. Penasaran dgn pengalaman yg tidak menyenangkannya itu apaa.
Maa syaa Allah seru banget travellingnya di instanbul ya mbak. Meski agak terhalang dengan kondisi cuaca yang kurang bersahabat. Baca postingan ini berasa ada juga di Instanbul dan ikut traveling bareng mbak Nabilla dan rombongan, hehe ngarep bisa ke sana juga suatu hari nanti.
Jadi penasaran dengan santapan ikan segarnya? Pasti nikmat banget ya mbak makan masakan Indonesia di negeri orang.
Seru banget sih kak Travelling nya, btw itu jauh jauh tetep lah ya yang dicari masakan Indonesia aja, udah pas di lidah sih ya kak… Hehehe
Wah asyik bs jalan2 di.Istambul. Anakku tinggal.di.Erciyest Mba..kalau liat video belajar ski kayaknya menyenangkan sekali hehe…Tapi yaitu musim dingin penuh salju sampai yemennya yg dari provinsi lain datang ke erciyest bilang..kok bs ya tinggal do tpt.sedingin ini…hehe..
Masya Allah pemandangan ymag sangat cantik. Pastinya senang banget bisa ke Turki. Semoga suatu hari bisa kesempatan ke sana. Aamiin
Wah ini hadiah menang lomba kemarin yah kak, ya ampunnn how so Lucky you are 😍😍😍 pengen deh kayak mba nabila, but need much effort. Sukses selalu yah kak 😊 ditunggu cerita perjalanan lainnya 😘
Liat foto-fotonya buat saya penegn cepat kesana deh huhu kapan ya bisa kesana. Btw itu airnya jernih banget ya warna biru gitu dan bebas sampah.
Seruuuu jalan2nya. Wah seneng banget ada org Indonesia punya rsto di sana dan pegawainya org Turki xixixi. Noted nama restonya, moga2 saat ada rezeki ke Turki aku jg bisa menikmati makanan di sana 😀
Kepengen ke Istanbul jadinya. Satu Lira sekarang berapa ribu sih mba? Kalau mau me sana bajet minim untuk 3 hari berapa lira kira2 ya mbak?
Makanannya enak enak di lidah pastinya ya mba
Jadi kepingin kesana mba,, yaA llah smoga disegerakan mksh udah berbagii pngalaman nti barangkali Ada y paketan umroh trs kesana
Seru banget ya bisa menikmati pemandangan dua benua sekaligus dari atas Bukit Camlica. Emang ga ada yang ngalahin kebahagiaan nemu makanan Indonesia waktu traveling ke luar negeri yaa..
Klo mau ke negeri orang memang harus banyak tahu tentang kebiasaan disana ya Mbak, salah satunya ini nih ya gimana tips belanja. Mantap yaaa, Bahasa Indonesia udah menduni, secara pedagang2 di negeri orang udah pada tahu bahasa kita walau dikit2, bangga pasti yaaaa 🙂