Aku sudah lamaa sekali nggak traveling sendiri. Halah, boro-boro sendiri, berdua ama suami juga terakhir 2 tahun lalu. Buibu pasti paham lah ya.. selain rempong, anggaran dan kesabaran extra harus dipersiapkan jelang liburan bareng keluarga.
Saat berkesempatan memenuhi hadiah dari Cheria Travel, aku dan suami memutuskan bahwa aku berangkat sendiri. Awalnya suami mau ikut, namun karena satu dan lain hal, gak jadi ikut deh. Tapi senengnya, beliau bisa nemenin aku ke Jakarta jelang flight ke Istanbul.
Karena flight ke Istanbul dijadwalkan pagi sekitar jam 8.45, mustahil kalau mau terbang dari surabaya, yang mana penerbangan paling pagi ya subuh. Belum delaynya. Jadi kami menginap dulu semalam, berangkat tanggal 2 Januari malam dan menginap di hotel terdekat di Bandara. Saya sengaja ambil penerbangan paling malam ke Jakarta supaya bisa nenenin Laiqa sepuasnya.
Pas lagi searching hotel, aku baru tahu kalau rupanya banyak pilihan hotel murah (dan terkenal) di dekat bandara. Yaa seperti Pop Hotel dan Ibis Budget. Harganya sangat terjangkau untuk semalam, sekitar 300 ribuan rupiah (pemesanan Desember 2018). Saya sangat memperhatikan anggaran karena perjalanan dari Sidoarjo ke Jakarta tidak ditanggung oleh Cheria Travel. Setelah menimbang, saya pilih Ibis Budget, karena harganya paling ramah dan penasaran dengan pengalaman menginap yang akan kami dapatkan.
Tapi rupanya, walaupun berembel-embel Ibis yang tersohor itu, Ibis Budget berbeda jauh sama Ibis Styles. Worthy untuk menginap semalam? Here’s my quick review.
“Terbelakang”
Dari SHIA aku memesan Grab car di Grab point, nah kebetulan disana nggak ada opsi Ibis Budget, adanya Ibis Style. Kata Mbak SPG Grab nya, Ibis Styles adalah satu-satunya hotel Ibis di dekat bandara. Hm.. okelah aku pilih.
Pas sampai, aku langsung turun di lobby dan lurus ke meja resepsionis. Udah pengen bobok manjah. Dengan pedenya, saya sodorin ringkasan booking via Traveloka. Alis pegawai resepsionis mengkerut, lalu dia bilang, “Maaf mbak, Ibis Budget ada di belakang.”
Hah?
“Iya mbaknya keluar dulu, terus jalan ke belakang.”
Well, okay. Ternyata tulisan Ibis budget nempel di tembok belakang pos security. Kecil banget. Laah mana kutahu.. Tengah malam aku dan suami jalan geret koper ke Ibis dan kaget ama tampilannya yang bueda banget sama Ibis Styles.
Ya iyalah, BUDGET!
Serba Minimalis
Ibis Budget memang sesuai namanya dan cocok buat backpacker atau siapapun yang lagi transit semalam dan menunggu flight pagi seperti saya ini. Harganya cukup murah dengan kenyamanan yang standar. Baju pegawai resepsionisnya juga berbeda, sangaat biasa dan kurang rapi. Lobby-nya kecil, sempit. Kamarnya? Ya 11-12 lah.
Sebelum pesan di sini, aku sudah lihat-lihat dulu ulasannya di Google Bisnisnya Ibis Budget. Kamarnya rata-rata sama modelnya, tapi ada kasur yang twin dan ada yang untuk family dengan satu tambahan kasur di atas kayak semi kasur tingkat gitu.
Meski kecil, kamarnya terbilang komplit untuk memenuhi kebutuhan transit.
Ada tisu, air mineral, sabun dan shampo 2 in 1 yang sudah terpasang di kamar mandi. Tidaj ketinggalan pula handuk, AC yang dingin, dan TV kecil. Fyi, mereka nggak menyediakan sikat dan pasta gigi yak. Lagian siapa sih yang mau pake pasta gigi dan sikat hotel yang kasarnya kayak sapu ijuk itu.
Kamar mandi dan toiletnya dipisah. Toiletnya tertutup dan agak sempit, sementara kamar mandinya agak transparan. Ada wastafel mini plus kaca untuk cuci tangan, cuci muka, dan sikat gigi. Ada juga kaca panjang seukuran tubuh dan ada 2 hanger untuk menggantung baju.
Untuk sarapan, aku makan pukul 04.30 dan sarapan sudah siap semua. Katanya mereka menyediakan sarapan mulai dari jam 2 pagi. Disini juga ada wifinya kok, cuman nggak tau kenceng apa enggak karena aku gak sempat pakai. Lha gimana, datang jam 00.30 langsung pumping dan beberes, praktis baru tidur jam 01.30 dan jam 05.00 harus sudah kembali ke bandara.
Cocok untuk siapa?
Untuk backpacker yang jalan sendiri, ama sahabat, atau suami istri on budget. Ama keluarga juga boleh lah, tapi kayaknya paling nggak dengan 1 anak saja.
Ini karena sekat antar kamarnya cukup tipis, jadi kalo kamar sebelah ramenya kebangetan, ya terdengar sampai ke kamar kita juga. Mengganggu banget kan yak.
Oh ya, mereka juga menggunakan kamar mandi yang semi transparan gitu. Pada bagian tubuh, kacanya buram, tapi bagian kepala ama kaki terlihat jelas. Jadi kalo misalnya nginep sama orang yang kurang dekat, mungkin bakalan nggak nyaman ya. Anyway, showernya kenceng dan pengaturan air hangatnya mudah. Asli, lumayan rileks deh kalau lagi capek dan mandi air hangat.
Busui Friendly?
Bisa ya, bisa tidak. Mereka bisa kok menerima ASIP yang diperah untuk dititipkan di dapurnya, tetapi tidak selalu bisa disimpan di freezer. Saat aku kesana, freezer mereka penuh dengan daging-dagingan jadi hanya bisa disimpan di chiller biasa. Buatku ga masalah karena ASIP-ku tahan 24 jam dan masih nutut saat suami pulang ke rumah Sidoarjo keesokan harinya.
Walaupun sama-sama berpayung Ibis, ASIP milik pelanggan di Ibis Budget nggak bisa dititipkan di Ibis Styles yang kemungkinan punya kapasitas freezer yang lebih besar. Kata resepsionisnya, “Beda, mas.”
Budget gitu….
Header photo
Photo by AMRITA GHANTY on Unsplash edited with Canva
Pingback: Ngantor di GoWork: Kerja Lebih Fokus, Ide Jalan Terus - Bunda Traveler