Lompat ke konten
quote (1)

Kalimat di atas adalah potongan tulisan Rektor Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) yang sempat viral di Twitter tahun lalu. Saya pun ikut membaca karena tergelitik dengan judul artikel “Tantangan Perguruan Tinggi: untuk Apa Bayar Mahal jika Hanya Daring?”. Tulisan beliau membuat saya mengingat kembali semangat ketika masih kuliah S1 dan S2. Pada saat yang sama, saya teringat nasib para mahasiswa pada dua tahun terakhir. Mereka mungkin tidak bisa mendapatkan kegembiraan dan vibes khas mahasiswa di kampus secara paripurna.

Pandemi corona telah mengoyak gelora mahasiswa. Memaksa mereka untuk beradaptasi secara kilat, menelan materi secara mandiri, dan harus berdamai dengan peluang aktualisasi diri yang terbatas. Suami saya seorang dosen, saya juga memiliki dua saudara yang berstatus mahasiswa. Saya menyaksikan sendiri bagaimana pandemi membuat pembelajaran daring yang semula mengasyikkan jadi membosankan. 

Kuliah dan berbagai workshop yang harus terselenggara secara daring selama pandemi (Sumber gambar: unpar.ac.id)

Tetapi, sekarang kita sudah dapat melihat nyala asa di ujung gapura. Sebagian mahasiswa sudah mulai melakukan pembelajaran luring, ada pula kampus yang menerapkan metode hybrid. Apapun itu, yang jelas fase ini perlu kita sambut bersama. Fase yang membuat kita mantap melangkah ke depan sekaligus mengambil pelajaran dari yang sudah terjadi dua tahun ke belakang.

Pembelajaran daring telah membawa hikmah tersendiri untuk anak muda. Mereka tidak hanya memahami arti merdeka belajar secara daring. Ada perilaku baru yang terbentuk setelah dua tahun menjalani kuliah dengan perjuangan dan harapan agar dapat merdeka dari pandemi.

Layaknya pisau yang terus diasah agar tajam, atensi, empati, dan pandemi adalah tiga hal yang terus terasah dalam diri anak muda ketika pandemi. Tiga hal ini dapat menjadikan anak muda sebagai harapan baru untuk masa depan Indonesia. Mereka menunjukkan atensi yang tinggi atas isu-isu sosial di sekitar. Empati mereka kian jernih. Pandemi juga tidak menghalangi mereka untuk tetap mengekspresikan kegelisahan melalui karya dan tulisan.  

Atensi dan empati membuat anak muda peka dengan permasalahan di sekitar. Lantas, mereka menghadirkan solusi dengan cara ekspresi melalui karya-karya yang membangun. Pada tulisan ini, kamu akan menemukan bagaimana atensi, empati, dan ekspresi anak muda dapat menjadi harapan baru untuk merdeka dari pandemi.

Atensi, Empati, dan Ekspresi

dalam Jiwa Para Pemuda

Pandemi telah memberikan banyak musibah dan membuat kita memasuki masa kelam yang cukup lama. Tetapi sesungguhnya, kita semua sedang ditempa seperti besi agar semakin kuat. Beberapa tahun dari sekarang, apa yang kita dapatkan hari ini akan sangat bermanfaat untuk kebutuhan dunia kerja pasca pandemi.

Pandemi tak semestinya membuat kita terlena dan melupakan softskill yang dapat menunjang karir serta kehidupan yang lebih baik. Ada tiga softskill mendasar yang menjadi harapan untuk menyongsong kehidupan baru pasca pandemi, yakni atensi, empati, dan ekspresi. Atensi memungkinkan kita memiliki kepekaan untuk melihat permasalahan di sekitar. Empati menggerakkan kita untuk berbuat sesuatu atau mencari solusi yang baik. Sementara ekspresi mendorong kita untuk berkarya dan berinovasi.

Atensi: Peka terhadap Perubahan Lingkungan dan Sosial

Pandemi covid-19 turut mendorong peningkatan atensi anak muda akan beberapa hal. Mulai dari kesehatan, kepekaan sosial, kesehatan mental, hingga lingkungan. Terbukti dari survei Indikator terhadap 4.020 responden berusia 17 hingga 35 tahun di seluruh Indonesia pada 9-16 September 2021. Hasil survei ini menunjukkan bahwa mayoritas pemuda memprioritaskan isu lingkungan dibanding ekonomi. Sebanyak 81% pemuda menyatakan harus melindungi dan melestarikan lingkungan kendati hal ini berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi. 

Atensi besar pemuda juga terlihat pada isu perubahan iklim. Sebanyak 82% responden menyatakan tahu tentang isu perubahan iklim dan menilai masalah perubahan iklim sebagai masalah yang serius.

Saya rasa ini adalah kabar yang menggembirakan. Dengan anak muda yang menjadi pelopor, saya yakin gaya hidup baru akan terbentuk di masyarakat. Sebuah gaya hidup yang lebih sehat dan berkesadaran lingkungan.

Kita pun sebaiknya tidak meragukan perhatian anak muda pada masalah kenegaraan. Pada survei yang sama, ada 64% anak muda yang sangat khawatir terhadap masalah korupsi. Keterlibatan anak muda pada sejumlah aksi damai baik ketika turun ke jalan maupun di media sosial juga menunjukkan bahwa mereka memiliki kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan sosial.

Beberapa isu yang menjadi atensi anak muda saat ini (Sumber gambar: Survei Indikator 2021).

Menghindari Anosmia Empati dengan Menebar Kebaikan

Pandemi corona telah menyebabkan perubahan besar dan gangguan di hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari. Pada saat-saat yang susah seperti ini, penting untuk tetap berbuat baik pada sesama dan membangun empati.

Di tangan anak muda, empati menjelma menjadi sejumlah kegiatan yang bermanfaat. Selama pandemi, saya lihat banyak inisiatif kemanusiaan yang digagas oleh anak muda yang bertujuan untuk menekan angka kasus covid-19. Mulai dari partisipasi sebagai relawan hingga kegiatan turun langsung ke lapangan.

Menurut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim, terdapat lebih dari 15.000 mahasiswa yang terlibat sebagai relawan selama covid-19. Selain itu, pada Program Kampus Mengajar, akan ada 22.000 mahasiswa yang ikut berpartisipasi membantu guru serta berkolaborasi dengan masyarakat untuk memulihkan daerah pasca pandemi. 

Salah satu kampus yang konsisten menebar kebaikan selama pandemi covid-19 adalah UNPAR. Melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) bersama PT Astra International, UNPAR menyalurkan 1.200 paket sembako bagi warga terdampak pandemi covid-19 di 30 desa binaan UNPAR. 

UNPAR juga bekerja sama dengan sejumlah lembaga untuk membantu distribusi vaksin secara merata. Pada Juni 2021 lalu, UNPAR turut menyelenggarakan vaksinasi untuk 6.000 warga Bandung. Ikatan Alumni Fakultas Hukum (Ilumni FH) UNPAR, TNI AL, dan UNPAR juga membuka vaksin tanpa syarat domisili untuk masyarakat umum.

Keterlibatan aktif perguruan tinggi menjadi cerminan nyala empati pada jiwa pemuda. Perguruan tinggi adalah lembaga yang menjadi wadah bagi pemuda untuk berproses,  mengasah softskill, dan melejitkan karya. Apabila mereka berada di tempat yang tepat, kelak ketika sudah waktunya untuk berbaur di masyarakat, pemuda dapat menjadi harapan untuk perubahan yang lebih baik.

Ekspresi: Mengemas Kegelisahan dengan Karya dan Dedikasi

Menurut UNICEF, dampak pandemi covid-19 terhadap anak muda cukup signifikan. Dampak kesehatan, finansial, hingga keterbatasan aktualisasi diri melanda anak muda yang seharusnya sedang berada di fase pertumbuhan.

Menariknya, meskipun dalam kondisi yang serba terbatas, anak muda menunjukkan pada kita semua bahwa mereka sanggup memobilisasi kebaikan dan mengekspresikannya melalui karya. Anak muda secara masif membantu melawan hoaks dan informasi yang keliru serta melawan stigma negatif di komunitas.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate juga menyepakati hal ini. Beliau menuturkan bahwa generasi muda Indonesia banyak membantu pemerintah dalam hal pengendalian pandemi. Kontribusi pemuda yang begitu besar ada pada sektor kesehatan, inovasi ide segar, dan literasi digital.

Atensi, empati, dan ekspresi merupakan tiga bekal terbaik sebagai harapan baru pasca pandemi. Selama ini, jika kita khawatir akan mendapati dunia yang berbeda, saya rasa kerisauan itu dapat kita tepis bersama. Ketiga bekal di atas dapat menjadi modal awal yang  cukup untuk mengisi kemerdekaan setelah pandemi corona dan melahirkan semangat baru di masa mendatang.

Harapan Benderang dari

Parahyangan

Keterlibatan perguruan tinggi dapat menjadi akselerator harapan untuk merdeka dari pandemi. Perguruan tinggi menjadi tempat terbaik bagi mahasiswa untuk berkarya. Dalam kondisi yang terbatas sekalipun, perguruan tinggi tetap berupaya dengan optimal untuk  memberikan ruang aktualisasi diri dan mengasah softskill seperti atensi atau kepekaan dan empati. 

Saya sebagai istri seorang dosen sangat memahami geliat dan tantangan pengajar ketika pandemi. Pada satu sisi, pemenuhan kewajiban berupa transfer ilmu harus tetap berjalan. Namun pada sisi lain, dukungan kepada mahasiswa, penelitian, dan pengabdian juga tidak boleh ketinggalan. Oleh karena itu, saya sangat mengapresiasi kampus yang tetap konsisten menanamkan bibit harapan, semangat, dan optimisme selama pandemi.

Harapan benderang ini, salah satunya datang dari bumi Parahyangan, yakni dari Kampus Universitas Katolik Parahyangan atau UNPAR. Mulai dari dosen, mahasiwa, hingga alumni terlibat dalam aktivitas positif selama pandemi covid-19. Saya akan memberikan beberapa kegiatan yang dapat menginspirasi lembaga lain.

Pertama, peluncuran buku saku Pedoman Menghadapi Pandemi Covid-19 Bagi Mahasiswa yang dilakukan oleh Fisip UNPAR. Pada saat Indonesia menghadapi gelombang kedua pada Juli lalu, Fisip UNPAR merilis buku saku yang sangat komplit tentang pandemi covid. Mulai dari gejala, varian, penanganan, vaksin, hingga pedoman adaptasi kebiasaan baru untuk mahasiswa.

Kedua, mengeksplorasi pasar ekonomi kreatif melalui Parahyangan Marketive. Agenda ini dilaksanakan oleh BEM UNPAR dengan tujuan memberi semangat mahasiswa agar lebih memahami bisnis kreatif. Seluruh kegiatan dikemas secara daring, mulai dari Creative Talk dan Creativepreneur Podcast. Partisipasi mahasiswa pun terbilang tinggi dan melampaui target, yakni mencapai 500 peserta.

Ketiga, konsisten memberi kegiatan positif untuk mahasiswa dan masyarakat. Di atas, saya telah memberi contoh bagaimana UNPAR berkolaborasi dengan lembaga lain untuk mengadakan vaksinasi umum dan menyalurkan sembako. UNPAR melalui Lembaga Pengembangan Humaniora (LPH UNPAR) juga rutin mengadakan kelas pengembangan diri untuk mahasiswa yang difasilitasi oleh konselor LPH UNPAR. 

Tiga contoh di atas merupakan sedikit inspirasi dari UNPAR yang dapat dilakukan oleh lembaga lain. Kampus perlu memberi teladan dan terus hidup agar pemuda dapat mengenyam ilmu dengan baik sekalipun harus secara online, melatih softskill berupa atensi, empati, dan ekspresi, serta menjadi bejana terbaik bagi lahirnya harapan untuk merdeka dari pandemi corona.

Penutup

Kemerdekaan dari pandemi kian dekat. Pada titik ini, yang terpenting adalah nilai apa yang sudah kita peroleh selama pandemi dan bagaimana kita mengolahnya. Bekal terbaik kita berupa atensi terhadap permasalahan di sekitar, empati, dan ekspresi untuk berkarya dapat menjadi energi baru untuk mengisi kemerdekaan pasca pandemi. Apakah kamu sudah memiliki ketiga bekal tersebut? Coba ceritakan kisahmu di kolom komentar, yuk.

 

#LombaBlogUnpar

#BlogUnparHarapan

Referensi:

Hasil survei Indikator 2021

Detik, https://news.detik.com/berita/d-5787118/menkominfo-pengendalian-pandemi-banyak-dibantu-oleh-generasi-muda

Katadata, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/10/28/81-pemuda-lebih-memilih-merawat-lingkungan-meski-ekonomi-melambat

Liputan 6, https://www.liputan6.com/news/read/4694933/survei-indikator-mayoritas-anak-muda-khawatir-akan-masalah-lingkungan-dan-korupsi

Unpar, https://unpar.ac.id/seri-ketiga-kelas-pengembangan-diri-lph-unpar-membicarakan-toxic-relationship/

Unpar, https://unpar.ac.id/bantu-warga-terdampak-covid-unpar-astra-salurkan-1-200-paket-sembako-ke-11-kabupaten-di-jabar/

Unpar, https://unpar.ac.id/ilumni-fh-unpar-bekerja-sama-dengan-tni-al-buka-vaksinasi-covid-19-usia-12-tanpa-syarat-domisili/

Unpar, https://unpar.ac.id/eksplorasi-pasar-ekonomi-kreatif-lewat-parahyangan-marketive/

Unpar, https://fisip.unpar.ac.id/pedoman-covid-19-bagi-mahasiswa/

Gambar dan grafis:

Website Unpar

Indikator

Freepik (artist: Freepik, pikisuperstar, macrovector, pch.vector) diolah kembali oleh penulis.

27 tanggapan pada “Merdeka dari Pandemi Berbekal Atensi, Empati, dan Ekspresi”

  1. Pandemi ini memang dahsyat sekali ya, Mbak. Bahkan menurut saya, mengalahkan krismon 1998 lalu. Semua sendi kehidupan kena dampaknya. termasuk proses belajar mengajar dari tingkat TK sampai Universitas. Para mahasiswa pun harus beradaptasi juga.
    Tapi tetap di balik itu semua ada hikmahnya. banyak pelajaran yang bisa kita ambil. Semoga pandemi segera usai, dan kehidupan normal kembali. Aaamin.

  2. Semoga kita segera merdeka dari pandemi ini dengan kerjasama semua pihak.
    Banyak hal yang sudah dipelajari, dulu di depan laptop saat di rumah ahanya milik mereka yang punya banyak waktu luang, sekarang karena pandemi, bekerja dan belajar pun secara online.

  3. Setuju kak dengan ending artikelnya, semoga nilai kebaikan seperti jaga kesehatan dan terutama empati terhadap sesama tidak berakhir meski pandemi telah berakhir

  4. Semoga kita segera terbebas dari pandemi ini. Sehingga semua bisa menikmati perannya masing-masing dengan baik. Dan juga empati, simpati kita semakin meningkat setelah di tempa dengan berbagai peristiwa tak mengenakkan saat pandemi.

  5. efek pandemi ini buat kita jadi belajar dan lebih mudah peka juga ya, empati dan simpati itu memang harus selalu ada dalam diri, terlebih lagi bagi generasi muda yang perjuangannya masih panjang menghadapi dunia ini.

  6. Masih banyak orang yang berpikir buruk tentang anak-anak muda zaman now, beranggapan bahwa anak-anak zaman now lebih seneng hura-hura, joget2 nggak jelas. Tapi lupa bahwa banyak pula anak-anak zaman now yang juga menunjukkan prestasi, empati dan atensinya.. bahkan kadang dari aktivitas yang terlihat hura-hura, tersimpan atensi dan harapan yang besar. Hanya kadang yang generasi tua kurang memahami maksudnya.

    Bersyukur ya, ternyata di balik pandemi, keadaan ini menggembleng anak-anak muda untuk meningkatkan atensi dan empatinya, baik disadari atau tidak. Semoga setelah ini, ketika bisa kembali offline 100%, atensi dan empati mereka semakin berkembang optimal.

  7. Alhamdulillah.
    Artinya kita seharusnya tidak putus harapan ya terhadap generasi muda bangsa ini.
    Mereka masih punya atensi, empati, dan ekspresi.
    Tugas saya sebagai orang tua nih untuk menanamkan tiga soft skills ini pada anak-anak saya.

  8. selalu enak kalau baca tulisan mbak nabilla ini.. rasanya ky senang ya lihat mahasiswa udah mulai masuk kuliah luring.. tp agak sedih gmna karena suami yg jg dosen harus masuk ke kampus ngga ada yg bantu di rumah wkwkw

  9. Pandemi ini tidak hanya menyerang ekonomi namun melumpuhkan hampir semua lini kehidupan. Nggak hanya secara fisik yang sakit namun psikis pun serasa diombang-ambingkan. Yap, benar. Merdeka dari pandemi adalah salah satu cita-cita masyarakat secara umum pada saat ini. Selain kerja keras dan cerdas, tentunya kita harus memiliki simpati dan empati serta atensi pada kehidupan ini.

  10. Meski sudah ada teknologi yang membuat kita bisa belajar daring tetap tidak bisa menggantikan pembelajaran luring ya, mbak. Semoga saja tahun depan kehidupan kita sudah benar-benar normal tanpa diganti oleh virus Corona lagi

  11. Aku bersyukur karena sekarang kuliah tatap muka perlahan udah mulai diterapkan meski belum sepenuhnya. Terasa sedih jika mengingat adek-adek mahasiswa yang hilang euforia jadi mahasiswanya akibat pandemi ini. Hiks..

  12. Merdeka dari pandemi ini bisa dilakukan kalau semua lapisan masyarakat kompak menjalankan protokol kesehatan ya kak. Jangan ada lagi oknum nackal hahaha.
    Saya kadang denger curhatan mahasiswa magang : ah bu kuliah online ini kurang efektif, enakan dijelasin ketemu langsung, lebih nyantol.
    Semoga lekas pulih dan bisa sekolah/kuliah tatap muka.

  13. Pingback: Aplikasi Investasiku, Solusi Agar Anak Muda Nggak "Madesu"

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *