Lompat ke konten

Salju Pertama di Bursa

Sudahkah saya bercerita kepadamu bahwa sebelum saya menikmati salju tebal di Turki, saya pernah bertemu dengan salju sebelumnya? Pertama kali saya melihat butiran salju yang turun dari langit dan menyelimuti pucak bukit saat berada di Hiroshima, Jepang pada tahun 2013. Salju yang saya lihat dulu tidak sepadat yang saya lihat di Turki, sebab memang baru permulaan saja. Berbeda dengan salju di Turki yang saat saya ke sana, sedang dalam masa keemasannya

Meski sedang dalam puncak musim, saya tidak mendapati salju di kota Istanbul saat musim dingin. Yang ada hanya hujan lebat, awan gelap, dan angin kencang. Dinginnya sih sama, menusuk kulit! Berbeda dengan kota tetangganya, Bursa, yang menjadi kota pertama yang kami jelajahi.

Dari Istanbul ke Bursa

Setelah kami beristirahat semalam di Istanbul, kami nggak langsung keliling kotanya Muhammad Al Fatih, melainkan kembali mengemasi koper dan menghabiskan tiga jam perjalanan menuju Bursa.

Saat saya duduk dan mengamati bentang alam Turki dari balik jendela, saya baru sadar bahwa negara ini sangat indah. Saya setuju dengan pendapat suami saya bahwa Turki bisa menjadi negara maju. Entah apa yang membuat statusnya masih menjadi negara berkembang.

Dari Istanbul menuju Bursa kami melewati jembatan yang menurut saya mirip dengan Jembatan Suramadu! Hehehe. Kami juga melewati kebun zaitun atau olive oil yang sangat luas. Beruntung banget ya orang Turki, setiap hari bisa masak pake minyak zaitun yang jauh lebih sehat dan pohonnya bersahabat dengan tanah. Berbeda dengan minyak kelapa sawit yang cenderung merusak tanah dan kandungannya kurang baik untuk tubuh.

Salju mulai memadati bukit.

Agenda ke Bursa dalam wisata halal ini tidak bisa dilewatkan karena Bursa termasuk salah satu kota penting semasa pemerintahan Ottoman dan ada beberapa masjid bersejarah yang wajib dikunjungi. Selain itu, Bursa juga memiliki daya tarik lainnya. Pertama, Bursa termasuk kota industri di Turki. Saya sempat melihat pula pabrik sutra terkenal. Katanya, Bursa ini terkenal sebagai daerah penghasil sutra terbaik. Kalau mau beli kain sutra dengan harga yang cukup miring, ya cucok lah beli di Bursa karena langsung dari produsennya.

Kedua, ada wisata bersejarah yang dilindungi oleh UNESCO yang berada di kaki Gunung Uludag. Perjalanan dari Istanbul menuju Bursa pasti melewati Gunung Uludag yang kerap digunakan sebagai wisata untuk bermain ski dan wisata salju di Turki. Kata Serap, harga masuknya lebih mahal dibanding kalau mau bermain ski di Gunung Erciyes. Ada pula fasilitas cable car dari jantung kota Bursa ke Uludag yang harganya sekitar 100 Lira Turki per orang. Daya tarik Uludag ada pada ancient village atau desa kuno berusia ratusan tahun yang dilindungi UNESCO. Di sana juga banyak resort mewah dan untuk masuk ke sana harus merogoh kocek lagi karena agak mahal. Sayangnya, Uludag tidak ada dalam itinerary kami. Agenda kami di Bursa adalah untuk mengunjungi Turkish Delight Factory, mengunjungi Green Mosque dan Grand Mosque, dan menginap di hotel.

Turkish Delight Factory, Toko atau Pabrik?

Agenda pertama kami adalah ke Turkish Delight Factory. Awalnya aku excited banget karena kukira kami akan diajak melihat-lihat pembuatan jajanan langsung dari rumah produksinya. Mbak Serap sempat memberikan introduksi mengenai Turkish Delight yang merupakan jajanan khas turki dan sangat manis. Katanya, mereka hanya sedikit menggunakan gula dan banyak mengandalkan manis alami dari madu.

Saat kami sampai di sana rupanya yang disebut Turkish Delight Factory dalam jadwal tidak lain adalah toko oleh-oleh. Terima kasih telah menyadarkan sayah! Saya hampir lupa bahwa saya lagi jalan-jalan dengan agen travel komersil, bukan lagi study tour! Heheheh.

Pintu masuk Munira Shop.

Nama tokonya Munira, menurut Mbak Serap, harga di sini adalah yang termurah. Apakah benar demikian sodara-sodara? Saya akan mbahas tentang turkish delight factory ini di postingan terpisah.

Para tour guide Turki sepertinya sering membawa tamunya ke sini, nggak ketinggalan juga tamu dari Indonesia. Kalau kamu buka ulasannya di Tripadvisor atau di Google Bussiness, kamu bakal nemuin isi review yang kebanyaan menjelek-jelekkan toko terutama dari pengunjung luar Turki. Di sana juga banyak review dalam bahasa Indonesia yang menjadi bukti bahwa banyak tamu Indonesia yang dibawa kemari.

Karena wisatawan Indonesia jadi target marketnya, jadi nggak heran kalau salesman-nya pada bisa berbahasa Indonesia. Awalnya saya kagum, lho. Boleh juga nih orang Bahasa Indonesianya fasih banget, kosakatanya cukup kaya untuk ukuran orang Turki, dengan pelafalan yang cukup jelas. Saat mengenalkan tentang produk madu, si salesman bahkan sempat ngasih guyonan. “Madu ini sehat untuk kita, tapi katanya madu bisa membuat marah para istri di Indonesia,” begitu ujarnya. Ah, sa ae bang!

Namun setelah beberapa hari di Turki saya sadar bahwa sebagian besar penjual di Turki cukup lancar berbasaha Indoesia. Minimal ada kata “jual”, “murah”, “bagus” yang mereka pahami.

Ada kejadian diluar dugaan di toko ini. Dengan izin Allah, saya malah bertemu dengan senior di SMA dulu! Sayang nggak sempat foto haha. Namanya Mas Gedhank. Eh, aduh, saya tuh nggak inget nama aslinya, pokoknya panggilannya Mas Gedhank! Saat bertemu, kami sama-sama saling celinguk dan akhirnya nyengir.

“Nabilla yo?”

“Mas Gedhank?”

Tawa pun lepas dan kami sempa menghabiskan beberapa waktu untuk ngobrol ringan serta bertukar kabar. Mas Gedhank ini dulunya pacar dari ketua dance team kami. Sekarang dia udah punya istri dan beliau abis umroh sekeluarga. Mantul!

Heboh Salju Perdana di Bursa dan “Pick a Flower

Perjalanan kami lanjutkan kembali. Mbak Serap mengingatkan bahwa setelah ini, bis hanya akan berhenti sesekali di pom bensin untuk pick a flower. Apa tuh pick a flower?

Rupanya di Turki, istilah untuk buang air kecil atau pipis itu kurang sopan jika diutarakan di depan umum. Orang Turki kerap menggunakan bahasa halus seperti orang Indonesia yang menggunakan idiom “ke kamar kecil” untuk menyatakan akan pipis atau be’ol. Orang Turki menggunakan istilah sendiri yang kalau dalam bahasa Inggris diterjemahkan jadi pick a flower. Nggak paham juga apa emang beneran begini istilahnya atau akal-akalannya Si Serap.

Nah, kebetulan Mbak Serap nawarin kami untuk pick a flower di pom bensin. Dia bilang, setelah ini toiletnya bakal lebih kotor dan nggak terawat, makanya kami akan berhenti di pom bensin terdekat dengan toilet yang cukup bersih. Kami setuju untuk pick a flower bersama-sama. Haha!

Begitu bis berhenti dan pintu dibuka, saljunya turun dong! Kenorakan pun dimulai, anak-anak kecil yang tadinya nggak mau pipis jadi pada ikut turun dan heboh mengangkat tangan serta tentu saja jeprat jepret dan ngerekam video untuk kenang-kenangan.

tyda lupa berfoto ria

Saya juga ikutan bahagia! Tapi karena lagi kebelet, tentu saya dahulukan keinginan untuk buang hajat, baru deh membuka kamera dan mengabadikan momen turunnya salju di Bursa.

Oh ya, kami cukup beruntung karena saat berada di Bursa bertepatan dengan hari Jum’at. Mbak Serap mengajak kami untuk shalat Jum’at di Green Mosque atau Yasil Camii. Dia bilang sebetulnya kami bisa saja shalat di Grand Mosque, masjid tertua di Bursa, namun karena sangat ramai dan agak telat sampainya, kami diarahkan untuk shalat Jum’at di Green Mosque saja. Saya rasa arahan dari Mbak Serap ini sudah sangat tepat, karena di Green Mosque terdapat area wisata lain yang bisa sekalian dikunjungi seperti Silk House dan Green Tomb. Selengkapnya tentang pengalaman saya menjelajahi masjid bersejarah di Bursa akan saya tulis di postingan berikutnya, ya.

Anyway, kalau kamu baru pertama kali ngelihat salju, bakal norak kayak saya juga nggak? Hehehe.

1 tanggapan pada “Salju Pertama di Bursa”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *