
Bukan Ayang yang Membuat
Harimu Berbeda,
Perubahan Iklimlah Jawabannya


Media sosial ramai dengan orang-orang yang memamerkan ayang. Katanya, Ayang yang membuat hari-hari jadi berbeda. Kadang hari-hari terasa hot alias panas, kadang juga dingin sampai bikin kepengin terus terbalut selimut.Eh, sebentar, itu karena kehadiran Ayang atau karena dampak perubahan iklim, ya?
Ketika bicara tentang dampak perubahan iklim, dulu orang sering berpikiran bahwa itu adalah masalah yang tidak terlihat dan terlalu jauh. Pemahaman tentang kenaikan suhu sebanyak satu atau dua derajat, pencairan lapisan es, serta kenaikan beberapa sentimeter di permukaan laut tidak mudah dicerna oleh sebagian orang. Banyak masyarakat yang juga berpandangan bahwa mitigasi perubahan iklim hanya urusan para pejabat. Namun, sebetulnya banyak bukti yang menunjukkan bahwa dampak perubahan iklim sudah sangat dekat dengan keseharian, bahkan mempengaruhi gaya hidup dan kualitas hidup kita.
Media sosial ramai dengan orang-orang yang memamerkan ayang. Katanya, Ayang yang membuat hari-hari jadi berbeda. Kadang hari-hari terasa hot alias panas, kadang juga dingin sampai bikin kepengin terus terbalut selimut.Eh, sebentar, itu karena kehadiran Ayang atau karena dampak perubahan iklim, ya?
Ketika bicara tentang dampak perubahan iklim, dulu orang sering berpikiran bahwa itu adalah masalah yang tidak terlihat dan terlalu jauh. Pemahaman tentang kenaikan suhu sebanyak satu atau dua derajat, pencairan lapisan es, serta kenaikan beberapa sentimeter di permukaan laut tidak mudah dicerna oleh sebagian orang. Banyak masyarakat yang juga berpandangan bahwa mitigasi perubahan iklim hanya urusan para pejabat. Namun, sebetulnya banyak bukti yang menunjukkan bahwa dampak perubahan iklim sudah sangat dekat dengan keseharian, bahkan mempengaruhi gaya hidup dan kualitas hidup kita.

Obrolan tentang perubahan iklim juga semakin dekat ke circle kita. Sekarang, perubahan iklim bukan lagi tentang hal-hal yang besar. Iya, agenda makro itu masih dan harus tetap ada. Tapi obrolan di tongkrongan ini jadi lebih dekat sama keseharian kita. Misalnya, tentang cuaca yang makin panas, harga kopi yang kian mahal, harga makanan yang melambung, dan kemacetan yang luar biasa. Minimal, kita bisa menemukan obrolan tentang perubahan iklim di media sosial.
Banyak anak muda mulai memperbincangkan perubahan iklim karena sepertinya sudah banyak yang merasakan dampaknya. Ini artinya, memang perubahan iklim sudah memberi dampak pada daily life dan berbagai aktivitas kita sehari-hari. Kita mulai sadar bahwa ini bukan cuaca ekstrem biasa, melainkan sebuah efek yang “lumrah” dari perubahan iklim.
Saya pun merasakan berbagai dampak perubahan iklim di sekitar saya, khususnya di Kota Surabaya. Tulisan ini khusus saya buat untuk berbagi pengalaman serta wawasan tentang perubahan iklim. Tidak lupa saya juga sertakan beberapa upaya nyata yang bisa kita lakukan. Baca sampai selesai, ya.
"Keanehan Alam" di Surabaya
Gara-gara sering mantengin Twitter, saya jadi yakin bahwa dampak perubahan iklim sudah semakin merata di berbagai kota di Indonesia dan berhasil mencolek berbagai pihak. Saya tinggal di Surabaya. Cuaca yang sangat panas sudah biasa dan sering jadi bahan ejekan sejak saya kecil. Namun, kali ini memang beda dan terasa aneh. Pagi bisa begitu cerah dan menyenangkan.. begitu setelah jam 12 siang mulai mendung dan diiringi hujan pada sore hari. Ini sudah memasuki bulan April dan cuaca “aneh” ini tidak kunjung berakhir.
Saya sampai berhasil membuat daftar, setidaknya ada 6 keanehan di Surabaya dan wilayah Jawa Timur yang sangat terasa selama dua bulan terakhir. Keenam daftar “keanehan alam” saya rangkum di bawah ini:
Beberapa Dampak Perubahan Iklim di Surabaya (2021-2022)
Intensitas Hujan
yang Tinggi
Sempat saya mengamati selama bulan Maret hingga April, curah hujan di Surabaya biasanya hanya sebentar, paling lama sekitar dua jam. Namun, akibatnya tidak singkat. Banjir dan genangan air hampir selalu menjadi akibat yang mengikuti pasca hujan turun. Kondisi ini sangat menyulitkan pengendara dan warga Surabaya.
Bencana Longsor Lebih Intens Terjadi
Bulan Februari tahun 2021 lalu terjadi bencana longsor yang cukup mengejutkan di Nganjuk. Pemerintah memberi tanggapan bahwa longsor ini akibat curah hujan tinggi. Namun, menurut pakar dari ITS, longsor di Nganjuk merupakan bencana hidrometeorologi akibat perubahan iklim. Ada banyak faktor penyebab, bukan sekadar curah hujan saja. Longsor ini juga terjadi di daerah lain seperti di Probolinggo dan Kota Batu.
Lebih Mudah
Terendam Banjir
Saat ini susah mencari daerah di Surabaya yang tidak terdampak banjir. Hampir semua daerah setidaknya mengalami genangan air jika hujan turun. Banjirnya pun lumayan mengganggu, tingginya mencapai 30 cm hingga setinggi lutut orang dewasa. Banjir ini juga sangat menganggu aktifitas warga, termasuk keluarga saya.
Kelangkaan Bahan Pangan
Jawa Timur sempat mengalami kelangkaan bahan pangan. Kendati angkanya tidak terlalu besar seperti kelangkaan minyak yang terjadi secara nasonal, kelangkaan sejumlah bahan pangan seperti gula dan kedelai cukup menulitkan UMKM. Perubahan iklim juga menyebabkan semakin rutinya gagal panen yang berujung pada pasokan bahan pangan. Beberapa bahan pangan menjadi langka dan harganya pun kian mahal. Konsumen juga yang pusing, kan?
Cuaca Ekstrem
Berhari-hari
Pada bulan Februari lalu, Surabaya sempat mengalami hujan es selama beberapa kali. Bongkahan esnya pun cukup besar dan membuat sakit pengendara motor. Kondisi ini sangat membuat was-was. Perubahan iklim juuga turut mempengaruhi pola hujan es, antara lain intensitas serta besarnya bongkahan yang turun.
Kalender Musim
yang Kacau
Perubahan iklim membawa dampak pada kacaunya kalender musim. Pekerjaan yang terdampak antara lain petani dan nelayan. Banyak petani yang mengeluh sulit menentukan masa tanam dan panen. Sementara pada nelayan, terdapat peningkatan gelombang air laut yang menyulitkan nelayan untuk melaut. Banyak ikan yang juga sudah mulai berpindah lokasi sebagai cara untuk beradaptasi akibat perubahan iklim.
Perubahan Iklim yang Mempengaruhi Kesehatan dan Pola Kerja Saya
Berbagai “keanehan” pada cuaca di Surabaya ini membuat saya harus rutin mengecek situs weather forecast sebelum bepergian. Saya juga selalu membawa jas hujan dan sandal ketika berkendara. Saya merasakan sendiri akibat dari cuaca ekstrem di Kota Surabaya. Beberapa pekerjaan saya terganggu. Kalau sudah hujan deras, saya terpaksa menunda bekerja di luar rumah atau di coworking space Surabaya.
Perubahan cuaca ini juga menyulitkan transportasi persewaan mainan white bouncy castle yang saya kelola. Pandemi membuat klien lebih menyukai acara di luar ruangan, sementara kalau sedang hujan, white bouncy castle tidak boleh digunakan demi keamanan pengguna. Ini membuat klien jadi berpikir dua kali untuk menyewa karena ada risiko cuaca ekstrem dan hujan.
Sementara untuk kegiatan sehari-hari, saya juga kesulitan mengantar anak sekolah kalau hujan turun pada pagi hari. Biasanya saya mengantar anak memakai motor atau mobil. Akan tetapi, kalau sedang hujan dan mobil sudah dibawa suami saya ke kantor, saya tidak mungkin mengantar dengan motor. Mau tidak mau, saya harus memesan mobil online agar anak saya tidak kehujanan. Kebetulan juga transportasi umum di Surabaya belum bisa saya andalkan untuk bepergian.

Perubahan iklim ini juga berdampak serius pada kondisi kesehatan saya. Selain karena terkena long covid, cuaca ekstrem membuat alergi saya jadi sering kambuh. Saya juga jadi lebih sering sesak nafas. Kondisi ini membuat saya harus membawa turbuhaler dan jaket kemanapun saya pergi. Padahal, nih, dulu asma saya tidak pernah kumat sesering ini dan saya tidak pernah membutuhkan aneka jenis inhaler.
Dampak perubahan iklim pada kesehatan dan pola kerja saya inilah yang membuat saya kian sadar bahwa saya harus lebih serius memandang persoalan ini. Sebab, ini menyangkut masa depan saya, anak-anak, keluarga, dan orang-orang yang saya cintai.
Semakin Paham Kegelisahan Petani dan Nelayan
Gara-gara cuaca yang aneh ini, saya jadi memahami gusarnya para petani akibat perubahan cuaca yang makin tidak pasti, belum lagi kalau lahannya juga kebanjiran. Kesulitan para petani ini juga berdampak pada kelangkaan sejumlah bahan pangan. Selain itu, kekhawatiran saya juga mengiringi para nelayan yang melaut. Sudah pasti gelombang air naik dan semakin sulit untuk mencari ikan.
Tidak hanya petani dan nelayan yang gusar, makhluk hidup lainnya juga pasti bingung. Hanya saja mereka tidak bisa berbicara, mungkin cuma membatin dan harus lekas beradaptasi. Dalam menghadapi perubahan iklim, satwa tidak hanya beradaptasi. Sebagian memiliki pilihan lain berupa migrasi dan hibernasi.
Aktivitas migrasi pada satwa sendiri sangat penting dalam keseimbangan ekosistem global, seperti pemakan serangga dan biji-bijian, distributor biji tanaman, serta menjadi pihak yang membantu perkembangbiakan tanaman.
Suhu yang menghangat membuat kegiatan migrasi mereka jadi terganggu. Para hewan yang bermigrasi akan memilih migrasi lebih awal dan sebagian menempuh rute yang lebih pendek. Akibatnya, bisa jadi kedatangan mereka tidak sinkron dengan ketersediaan sumber pangan di tempat tujuan. Dalam jangka panjang, kesenjangan ini dapat berpengaruh pada pertumbuhan populasi satwa. Pada akhirnya, keseimbangan alam pun bisa terganggu.
Hmm.. Sebenarnya, apa, sih yang sedang terjadi?
Perubahan Iklim di Depan Mata Kita
Berbagai keaneahan yang terjadi di sekitar kita bukanlah hal yang normal. Bukan juga karena kehadiran Ayang yang membersamai kita. Ini adalah gejala awal yang ditunjukkan oleh kehadiran perubahan iklim di dunia. Kita tidak bisa lagi menyalahkan curah hujan, juga tidak bisa mengutuk paparan cahaya matahari yang kian menyengat. Sebab, perubahan iklim ini tidak terjadi secara ujug-ujug atau tiba-tiba.
United Nation memberikan pengertian tentang perubahan iklim sebagai perubahan jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca. Pergeseran ini mungkin dapat terjadi secara alami, seperti melalui variasi siklus matahari. Namun sejak tahun 1800-an, aktivitas manusia telah menjadi pendorong utama perubahan iklim, terutama akibat pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak dan gas.
Pola pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan serta begitu cepatnya perkembangan teknologi turut membuat emisi meningkat. Akibatnya, saat ini bumi lebih hangat 1,1 derajat celcius daripada akhir 1800-an. Pada dekade terakhir, yakni antara 2011-2020, merupakan rekor suhu terpanas bumi.
Konsekuensi dari perubahan iklim sekarang termasuk, antara lain, kekeringan di berbagai negara, kelangkaan air, kebakaran, gelombang panas, naiknya permukaan laut, banjir, pencairan es kutub, badai dahsyat, dan penurunan keanekaragaman hayati.
Beberapa contoh yang saya tulis di atas merupakan dampak perubahan iklim yang terjadi di sekitar saya. Selain contoh di atas, ada tanda-tanda dampak perubahan iklim secara global seperti peningkatan suhu global, mencairnya salju, perubahan pola hujan, hingga cuaca ekstrim. Namun, pada tulisan ini saya tidak lagi membahas hal-hal yang terlihat jauh. Saya akan menunjukkan beberapa tanda perubahan iklim di sekitar saya dan barangkali di sekitar lingkungan kamu juga.

Bencana Hidrometeorologi
Menurut BMKG, bencana hidrometeorologi adalah suatu fenomena bencana alam atau proses merusak yang terjadi di atmosfer (meteorologi), air (hidrologi), atau lautan (oseanografi). Bencana hidrometeorologi ini dapat menyebabkan hilangnya nyawa, cedera, atau dampak kesehatan lainnya, kerusakan harta benda, hilangnya mata pencaharian dan layanan, gangguan sosial dan ekonomi, serta kerusakan lingkungan. Beberapa contoh bencana hidrometeorologi adalah curah hujan ekstrem, angin kencang, puting beliung, banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), dan kualitas udara yang buruk.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencaat bahwa sepanjang bulan Januari hingga September 2019 sebanyak 98% frekuensi kejadian bencana merupakan bencana hidrometeorologi. Wilayah paling banyak terjadi bencana pada tahun 2019 adalah Jawa Tengah dengan total 692 kejadian.
Sayangnya, menurut Guru Besar FK Teknik Geologi Universitas Padjajaran Prof. Dr. Nana Sulaksana bencana hidrometeorologi juga dapat memperparah bencana lainnya, seperti bencana vulkanik berupa gunung meletus. Contohnya adalah yang terjadi pada banjir lahar Gunung Semeru pada tahun 2021 lalu. Curah hujan tinggi akibat La Nina turut membuat banjir lahar Gunung Semeru menjadi lebih susah diatasi, sebab, tumpukan material lahar becampur dengan tambahan air hujan. Ini menunjukkan bahwa di masa depan nanti, bencana hidrometeorologi bisa memperparah bencana vulkanologi.

Berkurangnya Populasi Lebah Madu
Tahukah kamu bahwa hewan yang membantu penyerbukan nomor satu adalah lebah madu? Lebah madu menjadi hewan yang paling produktif dalam proses penyerbukan tanaman. Di Amerika Serikat saja, lebah madu menyerbuki tanaman senilai $15 miliar setiap tahun.
Kabar buruknya, populasi lebah madu di dunia sedang menurun drastis. Sebuah studi yang dilakukan oleh para ilmuwan di University of Strathclyde di Glasgow menemukan bahwa jumlah lebah madu turun secara global sampai 16% pada musim dingin 2017-2018. Mereka mengetahui penemuan ini setelah melakukan survei terhadap 25.363 peternak lebah madu di 36 negara.
Penyebab penurunan jumlah lebah madu ada beragam. Namun, yang jelas perubahan iklim turut membuat hidup lebah madu jadi kian sulit. Perubahan iklim menyebabkan hilangnya habitat karena lebah madu gagal bermigrasi ke daerah yang lebih dingin dan membangun sarang baru.
Adanya kenaikan suhu juga membuat bunga mekar lebih awal pada musim semi. Ini menyebabkan ketidakcocokan waktu antara saat bunga menghasilkan serbuk sari dan saat lebah siap memakan serbuk sari tersebut. Ketidakcocokan selama tiga sampai enam hari saja dapat berdampak negatif pada kesehatan lebah, membuat mereka cenderung tidak bereproduksi, dan kurang tahan terhadap predator dan parasit.
Lebah madu rentan terhadap parasit seperti tungau Varroa dan parasit usus Nosema ceranae, dan tekanan lingkungan dapat meningkatkan infeksi. Suhu yang meninggi sebagai akibat dari perubahan iklim dapat mengakibatkan lebih banyak lebah terinfeksi Nosema ceranae, yakni parasit yang banyak menyerang lebah madu.

Ancaman Krisis Pangan
Saya sangat merasakan adanya krisis pangan saat pandemi ini. Beberapa bahan pangan jadi semakin mahal dan susah ditemukan. Data juga menunjukkan bahwa secara global, harga pangan dunia sudah naik.
Perubahan iklim juga berdampak pada masalah pangan. Saya makin sensitif, nih, kalau sudah urusan perut. Seperti yang saya contohkan di atas, perubahan iklim membuat musim yang tidak menentu seperti kemarau panjang dan curah hujan yang sukar diprediksi. Dampak terburuk yang dapat kita terima adalah bahan pangan yang semakin langka, terjadinya pelonjakan harga bahan pangan, serta tanaman yang kehilangan nutrisi.
Dampak Perubahan Iklim pada Keseharian Kita
Dampak perubahan iklim meliputi pemanasan suhu, perubahan curah hujan, peningkatan frekuensi beberapa cuaca ekstrim, dan naiknya permukaan air laut. Efek yang terjadi ini secara menyeluruh dapat mengganggu kehidupan kita sehari-hari. Perubahan iklim dapat mengancam kesehatan kita dengan mempengaruhi makanan yang kita makan, air yang kita minum, udara yang kita hirup, dan cuaca yang kita alami.
Biasanya kita cepat bereaksi kalau bicara dampak perubahan iklim yang sangat dekat dengan keeharian. Saya akan memulai dari urusan perut, yakni makanan dan minuman. Dua hal ini sering menjadi mood booster bagi banyak orang. Coba kita lihat bersama-sama, sejauh apa perubahan iklim mampu mempengaruhi makanan dan minuman kita.
Masa Depan Kopi Arabika Kian Terancam
Sebagai penggemar kopi, fakta ini membuat saya sangat khawatir. Dua hari tidak ngopi saja saya gampang lesu. Saat ini, lahan kopi berkurang 50% karena kecocokan lahan yang bergeser ke dataran tinggi. Proses perkembangan buah pun memburuk, salah satunya mungkin berhubungan pula dengan menurunnya populasi lebah madu yang membantu penyerbukan kopi, serta adanya peningkatan hama dan penyakit.
Sebagian besar kopi berasal dari pohon kopi Arabika. Kopi Arabika ini tumbuh subur di lereng gunung yang sejuk. Karena perubahan iklim telah meningkatkan suhu di daerah penghasil kopi, petani kopi harus pergi lebih jauh ke atas gunung untuk mencari udara sejuk untuk menanam kopi. Ethiopia, yang menjadi produsen teratas kopi Arabika, bisa kehilangan hingga 59 persen dari area penanaman kopinya akibat perubahan iklim. Secara global, kita bisa kehilangan hingga 50 persen lahan yang cocok untuk menanam kopi pada tahun 2050. Duh!


Harga Bahan Pangan Meningkat
Sudahkah kamu mengecek roti gandum favoritmu? Sudah pasti harganya meningkat dari setahun yang lalu. Salah satu penyebabnya karena adanya gelombang panas dan kekeringan yang berkaitan dengan fluktuasi harga gandum. Perubahan iklim mampu menyebabkan penurunan hasil jagung, gandum, serta keanekaragaman pangan lainnya. Saat ini, Indonesia mungkin belum terpengaruh, tetapi tentu hal ini mengganggu pasokan makanan di Afrika dan Amerika Tengah.
Kendati Indonesia belum terlihat terlalu terpengaruh dengan kelangkaan pangan, ancaman ini sudah di depan mata. Lihat aja berita lahan pertanian yang kebanjiran akibat bencana hidrometeorologi. Hal-hal seperti itu juga memicu gagal panen dan penurunan produksi. Jika terjadi terus menerus dalam jangka panjang, silakan tebak sendiri badai macam apa yang sudah bersiap dan menghadang.
Semakin Sulit Tidur Nyeyak
Sekitar 62% orang di seluruh dunia merasa bahwa mereka tidak tidur nyenyak. Ini adalah angka dari 2019, jadi data ini sudah ada sebelum pandemi. Salah satu penyebabnya ada pada kenaikan suhu, ketika malam hari terasa lebih panas dari biasanya. Ada pula penyebab tidak langsung seperti kecemasan di antara mereka yang terkena dampak kebakaran, angin topan, dan bencana alam lainnya.
Terdapat pula hasil survei lintas negara yang dilakukan oleh Ogunbode, C.A., Pallesen, S., Böhm, G. et al. Survei ini menunjukkan bahwa emosi negatif terkait iklim berkorelasi positif dengan gejala insomnia di semua negara yang diwakili dalam survei lintas negara. Hubungan ini signifikan di semua negara (termasuk Indonesia) kecuali Cina, Italia, Jepang, Malaysia, Norwegia, Slovakia dan Tanzania.


Meningkatnya Penyakit dan Alergi
Terjadinya peningkatan jumlah hari-hari yang panas dalam setahun dan datangnya musim panas yang lebih awal merupakan dampak perubahan iklim yang sudah sangat jelas. Tambahkan saja dengan polusi udara dan meningkatnya jumlah serbuk sari di udara, adalah mimpi buruk bagi penderita alergi.
Saya adalah salah satu korban. Sejak kecil, saya memiliki berbagai alergi. Intensitas kambuh justru datang pada dua tahun terakhir. Baru-baru ini saya bahkan ketahuan memiliki penyakit hipersensitifitas akibat alergi. Sungguh menyebalkan. Mau tidak mau saya pun harus lekas mengubah gaya hidup dan mengonsumsi lebih banyak vitamin. Bahkan, sekarang saya selalu membawa turbuhaler sebagai antisipasi kambuhnya asma.

Saatnya Kita #TeamUpForImpact
Saya melihat pemerintah kita sudah mengambil beberapa kebijakan dengan tujuan menekan perubahan iklim. Walaupun kalau boleh terus terang, kebijakan-kebijakan itu masih kurang greget dan totalitas. Selain itu, meskipun sebagai individu kita juga berperan dalam memberi dampak perubahan iklim, kegiatan pembangunan dan korporasi besar lah yang memiliki tanggungjawab terbesar.
Beberapa upaya yang sudah dilakukan pemerintah antara lain mengikuti kesepakatan dalam Paris Agreement berikut menyerahkan pula dokumen-dokumen yang diperlukan. Tahun ini, Presidensi G20 di Indonesia juga menyinggung topik tentang lingkungan, salah satunya mengenai transisi energi.
Dari pemerintah daerah, saya pun melihat ada beberapa pemerintah daerah serta pemerintahan desa yang bersinergi satu sama lain. Salah satunya tergabung dalam Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), melakukan restorasi mangrove di Jawa Timur, serta pelarangan kantong plastik. Per 9 April ini, Surabaya sudah resmi memberlakukan pelarangan kantong plastik di pusat perbelanjaan dan mini market serta di taman-taman kota. Kebijakan ini memaksa kita untuk membawa sendiri belanjaan dengan tote bag maupun kantong bekas yang masih bisa kita gunakan.

5 Hal yang Dapat Kita Lakukan #UntukmuBumiku
Seperti tweet yang saya posting pada gambar di atas, saat ini banyak anak muda membicarakan tentang bumi dan perubahan iklim di media sosial. Fenomena ini menarik dan sejalan dengan hasil survey KedaiKOPI yang menunjukkan 77,4% anak muda di Indonesia tertarik dengan isu lingkungan hidup. Hanya sebanyak 22,6% yang menyatakan tidak tertarik.
Secara rinci, ada 78,2% responden dari Generasi Z (usia 14-24 tahun) dan 76,5% responden dari Generasi Y (usia 25-40 tahun) yang tertarik dengan isu lingkungan hidup. Dalam survei tersebut, 81,1% responden juga beranggapan bahwa masalah perubahan iklim ini sedang dalam kondisi darurat.

Selain itu, masyarakat dunia juga memiliki kekhawatiran pada lima ancaman global. Fenomena ini terlihat dari hasil survei World Economic Forum (WEF) dalam The Global Risks Report 2022. Dalam survei WEF, sekitar 84% responden memandang kondisi dunia saat ini dengan perasaan cemas (worried) dan khawatir (concerned). Sedangkan responden yang berpandangan positif dan optimis hanya 16%.
Terdapat 5 ancaman global yang membuat masyarakat dunia merasa khawatir. Pertama, cuaca ekstrim. Ancaman ini paling banyak dicemaskan, yakni sekitar 31,1% responden khawatir ada peningkatan bencana alam terkait cuaca dan perubahan iklim. Kedua, krisis mata pencaharian. Sebanyak 30,4% masyarakat global khawatir jika ada peningkatan pengangguran dan kehilangan pekerjaan. Pandemi membuktikan bahwa ini semua bisa terjadi dan perubahan iklim mampu memperparah kemungkinan terjadi.
Ketiga, kegagalan mitigasi iklim. Sebanyak 27,5% responden khawatir kebijakan terkait iklim oleh pemimpin dunia gagal dilaksanakan dan akan semakin berdampak pada kerusakan lingkungan. Keempat, konflik sosial. Setelah persoalan iklim, sebanyak 27,5% masyarakat dunia cemas akan potensi konflik terkait ekonomi dan politik. Kelima, wabah penyakit. Sebanyak 26,4% gelisah jika kelak kejadian seperti wabah covid-19 terulang kembali.
Saya pun berusaha untuk team up agar dapat memberi impact yang baik untuk bumi. Mumpung isu ini sedang hangat dan kita perlu terus untuk beramai-ramai mem-blow up isu perubahan iklim agar terus mendapat atensi. Tidak hanya melalui tulisan, selama beberapa bulan ini saya sudah konsisten memulai dengan beberapa cara.
-
Pertama, dengan membiasakan diri di keluarga.
Saya mengedukasi anak-anak dan suami, serta memilih sekolah alam yang menanamkan rasa cinta lingkungan untuk kedua anak saya. Bagi saya, itu semua sudah harus masuk ke visi keluarga. Saya mengenalkan anak-anak pada kegiatan menanam bibit dan memilah sampah plastik. Selain itu, saya juga menunjukkan pada mereka tentang bencana hidrometeorologis yang menjadi dampak atas aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan.
-
Kedua, tidak boros listrik.
Di rumah, saya terbiasa mematikan colokan dan lampu jika sedang tidak digunakan. Konsumsi listrik kita itu memiliki tren yang semakin meningkat setiap tahunnya. Sayangnya, transisi ke energi terbarukan belum terlalu tinggi. PLN memproyeksikan jumlah pelanggan listrik di Indonesia akan mencapai 103,06 juta pada tahun 2030. Konsumsi listrik kita yang meningkat juga berdampak pada konsumsi energi yang meninggi.
-
Ketiga, meminimalisir penggunaan minyak kelapa sawit.
Dalam sebulan, konsumsi minyak goreng untuk keperluan masak di rumah saya tidak sampai 2 liter. Ini saya lakukan karena memang ingin mengurangi pemakaian minyak sawit, sekaligus mengubah gaya hidup dengan mengonsumsi makanan yang less oily. Seperti yang kita ketahui, perkebunan sawit masih menjadi salah satu penyebab terbesar deforestasi di Indonesia.
-
Keempat, mengonsumsi pangan lokal.
Mengonsumsi makanan dengan bahan-bahan dari lokal mampu mengurangi food miles, yakni jarak tempuh makanan dari bahan yang tersedia sampai ke meja makan kita. Selain itu, bahan pangan lokal tentu lebih segar, sehat, dan kita bisa sekaligus memberdayakan petani lokal.
-
Kelima, membawa tempat makan dan kantong plastik.
Saya terbiasa membawa tempat minum berisi kopi dan air putih jika saya sedang bekerja di coworking space. Ini membuat saya tidak perlu membeli kopi yang memakai gelas berlapis plastik. Selain itu, saya juga membawa sendiri tote bag dan tas belanja sebagai penjagaan kalau saya ingin membeli sesuatu di minimarket.



Penutup
Begitulah beberapa pengalaman tentang perubahan iklim di sekitar saya. Ada keyakinan pada diri saya bahwa kita bisa bergandengan tangan dan berkolaborasi. Kita bisa saling mendukung berbagai kegiatan dan konten yang memang bertujuan untuk menekan dampak perubahan iklim. Saya juga percaya bahwa setiap langkah kecil kita sangat berharga. Langkah kecil yang dapat memantik langkah lainnya dan menjadi satu langkah besar dalam perubahan iklim di Indonesia.
Bagaimana denganmu, apakah ada hal-hal spesifik terkait dampak perubahan iklim yang kamu alami di sekitarmu? Coba, yuk, berbagi di kolom komentar.
Referensi bacaan:
Antara News, https://www.antaranews.com/berita/2456009/bnpb-perubahan-iklim-picu-bencana-hidrometeorologi
CNN Indonesia, https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190414135413-255-386239/kasus-alergi-kian-parah-seiring-perubahan-iklim
Conservation, https://www.conservation.org/blog/the-buzz-on-climate-change-its-bad-for-bees#:~:text=Climate%20change%20is%20causing%20habitat,in%20North%20America%20and%20Europe.
EDF, https://www.edf.org/card/7-ways-climate-change-affecting-daily-life?card=1
IDN Times, https://www.idntimes.com/news/indonesia/rochmanudin-wijaya/kata-para-pakar-soal-perubahan-iklim-ancaman-bencana-hidrometeorologi/5
IDX Channel, https://www.idxchannel.com/economics/antisipasi-perubahan-iklim-jatim-kejar-target-34000-hektare-restorasi-mangrove
Katadata, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/08/5-ancaman-masa-depan-yang-paling-dicemaskan-warga-dunia
Katadata, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/04/20/waspada-harga-pangan-dunia-sudah-naik-336-yoy-per-maret-2022
Katadata, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/10/29/survei-mayoritas-anak-muda-indonesia-peduli-isu-lingkungan-hidup
Kementerian LHK,
http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/info-iklim/dampak-fenomena-perubahan-iklim/dampak/355-dampak-perubahan-iklim-terhadap-kesehatan-manusia
Koran Tempo, https://koran.tempo.co/read/ilmu-dan-teknologi/443069/populasi-lebah-madu-terus-berkurang
Mongabay, https://www.mongabay.co.id/2020/12/12/perubahan-iklim-ancam-masa-depan-kopi-indonesia/
NY Times, https://www.nytimes.com/ask/answers/how-will-climate-change-affect-day-to-day-life-for-average-people
UN, https://www.un.org/en/climatechange/what-is-climate-change
Unair, http://news.unair.ac.id/2021/05/07/perubahan-iklim-gejala-insomnia-dan-kesehatan-mental-di-25-negara/
Sumber foto dan gambar:
Dokumen pribadi
Canva
Freepix (rawpixel)
Di Jogja juga pagi siang cuaca panas banget, setelah itu seram. Mending gelap & hujan angin. Nggak ada lagi hujan itu syahdu. Yg ada malah takut aja kalau sudah nampak mendung dari kejauhan.
Suami dulu nyewa tambak udang & bandeng tradisional di gresik buat kegiatan di luar proyek. Pengelolanya warga setempat yg menggunakan siklus & tanda2 alam. Lah meleset karena skrg tanda2 alam nggak bisa dibaca. Semoga makin banyak yg sadar untuk menjaga lingkungan.
iya bener, perubahan iklim sudah membawa banyak sekali perubahan yang tidak terkendali. Seperti hama pada tanaman yang semakin aneh2 aja gara2 hewan pemangsanya berkurang karena perubahan iklim. cuaca juga jadi aneh nih.. masa musim panas tiba2 turun hujan lebat yang bikin banjir. atau sebaliknya, harusnya musim hujan tapi panas terik banget selama beberapa hari sampai ada yang sumurnya kering.
Bukan ayang memang yang membuat hari-hari terasa berbeda. Karena memang cuaca yang tidak menentu yang bikin hari-hari terasa berbeda kadang panas banget kadang dingin banget.
Kalau aku biasanya pakai totebag saat belanja di tukang sayur, minimarket, dan pasar tradisional. Karena aku ingin mengurangi penggunaan plastik dalam kegiatanku sehari-hari.
Lagi demam ayang nih di media sosial hehehe…tapi emang bener mbak, sayapun merasakan hal yang sama di Bali. Panasnya lebih menyengat. Seolah tidak ada musim sekarang karena hujan tiba2 turun sangat deras lalu besoknya panas menyengat. Sedihnya kalau hujan deras berkepanjangan rumah saya jadi bocor. Bahkan sempat mengalami banjir sampai kasur pun ikut berenang hiks. Yang lebih menyedihkan sayapun susah tidur nyenyak karena panas banget cuacanya, bahkan sering muncul alergi di tubuh saya tanpa saya ketahui apa pemicunya. Namun sayapun jadi tahu mungkin ini karena faktor perubahan iklim yang membuat tubuh pun jadi rentan terhadap penyakit.
iya nih akhir akhir ini emang ngerasain banget dampaknya perubahan iklim yaaa, yang harusnya ini udah musim kemarau tapi masih musim ujan dan malah ga menentu ujannya huhuhu
Panas banget memang rasanya belakangan ini. Dulu, pas musim hujan, kalau udara rasanya panas, tanda tanda mau turun hujan. Sekarang kalau udara panas, kadang hujan, kadang juga nggak. Cuaca susah ditebak
Perubahan iklim memang bukan sesuatu yang bisa disepelekan mengingat segudang dampaknya yang akan mempengatuhi hidup kita semua kini dan kelak. Sejak lama saya mengikuti perkembangan dan diskusinya di fora internasional. Percayalah, tidak ada yg bisa mengubah apapun kalau bukan kita sendiri! Mulai dari gaya hidup, hal – hal sederhana yang dapat menyelamatkan lingkungan, sampai kesadaran bahwa usaha mitigasi dampak perubahan iklim adalah tanggung jawab bersama
Perubahan iklim saat ini memang ekstrim banget ya, mbak. Pemasan global semakin parah dan bumi pun semakin tua. Memang harus di mulai dari diri sendiri dulu. Minimal dari lingkungan keluarga dulu, semoga dengan kebiasaan yang kita lakukan bisa berdampak untuk bumi. Minimal berdampak untuk lingkungan sekitar 😊
Surabaya sama Pekanbaru itu cuacanya sungguh aneh saja sudahlah.
Apalagi suka ada ledekan sebelum bumi ada Pekanbaru dulu yang menghadap matahari wkkwkwkw
Wah idem di tempatku kalau pagi panas, kalau sore mulai hujan. Tapi kadang ya panas seharian, pdhl Bogor terkenal sbg kota hujan. Intinya cuaca makin aneh dan gak bisa diprediksi, alam makin rusak jd faktor ya huhu
Krn itu emang sebisa mungkin kita bantu jaga kelestrasian alam tempat kita tinggal ya mbak
Di Pontianak juga kurang lebih mba, cuman hujan es aja yg belom. Memang jadi rentam sakit dan membawa dampak negatif yaa. Semoga makin banyak yg aware dan menjaga bumi deh ya.
Kelangkaan bahan pangan ini sebetulnya menjadi penanda bahwa ada sesuatu yang harus dicari solusi bersama. Terima kasih ya mba. Menjadi pengingat dan semoga makin banyak yang tergerak
Aku pernah dengar soal problematika heat tropical bagi mood orang-orang. Bikin jadi lebih cepat lelah, lemas dan ngamukan. Ya masuk akal sih semuanya, apalagi fenomena ini makin anomali karena pembagian cuaca seperti yang kita tahu dulu nggak sama lagi seperti sekarang.
Semoga iklim semakin membaik dan semakin memberikan perubahan yang baik. Kita juga menyadari pentingnya untuk cinta lingkungan dan selalu melakukan hal-hal yang dapat meremajakan lingkungan.
emang kalo diamati betul2 perubahan iklim ini sangat ekstrim ya mbak. biasanya di bulan Mei ini petani di tambak sekitar tempat tinggal saya udah waktunya tanam padi, tapi sekarang ini belum bisa karena cuaca masih suka berubah2
Yang bisa saya lakukan baru berusaha menghemat air dan listrik. Plus ngasih pengertian kepada anak supaya semakin sadar kalau perbuatan kita bisa berdampak kerusakan jika tidak mengikuti anjuran
Circle saya malah bahasnya kiamat mulu. Sampai capek. Udah pada gak sabar masuk surga mereka. Hahaha.
Akhir-akhir ini cuaca memang lumayan ekstrim ya terutama di Tangerang, hanya selang beberapa jam dari panas yang terasa sangat menyengat tiba-tiba turun hujan yang ngak kira-kira derasnya, yang berlangsung lumayan lama. Mungkin ini salah satu dampak perubahan iklim yang kadang kurang disadari kita dan pastinya perubahan ini jika tidak segera diantisipasi bisa menjadi penyebab dampak buruk bagi kehidupan makhluk hidup terutama manusia, rasanya dampak buruk ini sudah terasa ya
berasa sekarang aja suhu udara kita lagi meningkat banget panasnya. Otomatis dampak perubahan iklim ini bisa bikin kita berimbas langsung. Salah satunya ya dengan hemat listrik di rumah biar gak bikin makin panas hehe.. tulisannya bagus mbak Nabil.
Tulisan yg bagus dan lengkap mbak bikin mikir banget.
Belakangan cuaca memang makin serasa extrem. Bogor aja yang biasanya langganan hujan ini bisa panas banget berhari-hari. Terus setelah itu hujan, kemudian balik panas lagi. Nah, pas hujan pun angin kencang.
Malam biasanya dingin, lah ini malahan gerah bgt mirip siang dibanding panas.
Memang ya mbak kita nih perlu langkah untuk berubah, paling gak dimulai dari diri sendiri. Kalau di rumah mulai hemat air, listrik, dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Jadi beralih ke tote bag dan wadah2 yg bisa dipakai ulang.
Di tempat saya, di Kab. Bogor kondisi cuaca juga perubahannya lumayan ekstrim belakangan ini.
Panas terik bisa hujan deras sesudahnya, siang malam rasa udara panas nggak ada perbedaan.
Saatnya kita peduli pada penyebab perubahan iklim ini dan melakukan perubahan.
Hayo anak muda mulai dari yang kecil bersama-sama.
Seperti tadi yang daku rasakan, padahal cuaca cukup panas, eh sore ini hujan pun turun.
Memang dampak perubahan ekstrim ini harus gerak cepat kita mengatasinya
Langsung tertampar baca ini. Saya merasa masih yang belum optimal untuk menjaga bumi ini. Semoga Saya bisa istiqomah menghemat air dan listrik, biar gerakan sederhana Saya bisa mengurangi beban bumi
Kemarin ada salah satu sahabat yang mengeluh katanya semakin bertambah usia, kok semakin mudah badannya sakit dan malah muncul beberapa alergi.
Ternyata bisa jadi karena adaptasi dengan perubahan iklim ini yaa..
Dulu memang gak paham banget mengenai kenaikan suhu. Tapi sejak baca artikel mengenai lingkungan, jadi kebayang sekarang.. betapa pentingnya hal-hal kecil yang kita lakukan sehari-hari untuk menjaga bumi agar tetap lestari dan berseri, warisan keturunan kita kelak.
Dampak perubahan iklim ini nyata adanya ya mbak
Surabaya misalnya, mulai dari cuaca yang makin panas, hujan es sampai banjir rob
Makanya perlu banget upaya dari kita semua untuk melakukan mitigasi perubahan iklim ini
Lah iya mbaa sama banget aku jugaa ngerasa panas bangett di Malang padahal dulu ngga kayak gini. Tau karena perubahan iklim tapi orang2 kayak sekadar tahu lalu udahan gitu. Kalau banyak edukasi soal team up for impact gini insyaAllah mereka jg pasti bakal mau melakukan sesuatu yaa, makanya perlu massive nyebarinnya
aku juga ngerasa panas bangeeett sampai-sampai cuaca sekarang mempengaruhi moodku dalam menulis Mba..
bener-bener perubahan iklim ini begitu terasa yaaa
Salah satu yang sangat terasa memang suhu yang lebih panas dari biasanya ya mbak. Selain itu memang panas dan hujan jadi tidak tertebak :’)
Sekarang kalau ada panas atau sinar matahri, oangsung bukain semua jendela boar ada udara masuk karena seringnya mendung dan hujan
Pingback: Atap Panel Surya Surabaya yang Ber-SNI Bernama Utomo SolaRUV
Pingback: Manfaat Transisi Energi yang Perlu Kita Mulai Sejak Hari Ini
Pingback: Pemuda Penuh Kreasi, Alunkan Melodi Cinta Basmi Selimut Polusi
Pingback: Climate Justice di Indonesia dan Hal yang Bisa Kita Upayakan
Pingback: Review Skincare Xtracare: Skincare dengan Ionic System Pertama