Lompat ke konten

Resep Cerdas Bertransaksi Digital Agar Hidup Kian Ideal

“Valentine bukanlah budaya kita. Budaya kita adalah masukkan produk ke keranjang sebanyak-banyaknya, cekout kaga – txtdariolshop.”

Saya membaca cuitan di atas sembari menertawakan diri sendiri. Lantas saya membuka aplikasi marketplace di smartphone dan memandangi 52 produk yang berada di keranjang. Emak digital pasti bisa memahami cuitan dari akun parodi yang menampilkan kekonyolan pengguna transaksi online di atas. Sebetulnya, saya bukannya mau memberi harapan palsu untuk penjual. Tetapi, saya hanya menunggu waktu yang tepat. Kapankah waktu yang tepat itu? Tentu ketika voucher gratis ongkos kirim sudah datang, voucher cashback dalam genggaman, dan bonus koin telah duduk manis dalam dekapan. 

Itu hanya salah satu kiat yang saya lakukan untuk mengatur jadwal belanja dan keuangan keluarga bulanan. Sebagai bendahara rumah tangga, saya kudu cerdas mengatur dompet agar semua kebutuhan dapat terpenuhi. Harus saya akui, pandemi ini menjadi batu ganjalan tersendiri. Memang biaya hiburan dan jalan-jalan berkurang. Namun, anggaran untuk kesehatan berupa masker, vitamin, dan hiburan untuk keluarga di rumah meningkat drastis. Belum lagi saya tinggal di Surabaya, salah satu kota di Indonesia dengan angka kasus covid-19 yang tinggi. Di perumahan yang saya tinggali saja, setiap bulan selalu ada paling tidak 5 orang yang positif covid-19. Cermat dan waspada adalah satu-satunya pilihan yang bisa kami telan agar tetap bisa menjalani hidup dengan baik, lancar, dan sehat. Rasanya, saat ini, itulah kehidupan ideal dalam benak saya.

Kendati berada di posisi yang kurang mengenakkan seperti ini, diam-diam saya mengapresiasi kecanggihan diri saya sebagai “Emak Digital”. Kenikmatan dunia digital yang telah saya selami sejak beberapa tahun lalu membuat saya lebih kuat menghadapi badai yang terjadi selama pandemi. Saya merasa beruntung telah terpapar pada transaksi digital lebih awal, jadi, sekarang saya sudah cukup piawai untuk menggunakan berbagai aplikasi untuk transaksi digital seperti marketplace, dompet digital, dan internet banking. Sehingga, ketika virus corona membuat kami harus ndhekem di rumah saja, saya sudah mampu mengalihkan 90% transaksi ke digital. Sisanya, itu ya kalau saya perlu belanja di supermarket langganan atau mau ngelarisin jualan warung di sekitar rumah.

Ilustrasi belanja online (sumber gambar: Freepik/stories)

Resep Bertransaksi Digital dengan Aman

Saya sadar kalau tidak semua orang mendapat kenikmatan seperti ini. Sebagian orang masih bingung bagaimana mendapat manfaat maksimal saat bertransaksi digital tanpa mengorbankan keamanan dan privasi terlalu dalam. Sebetulnya saya juga masih terus belajar, kok. Tetapi, pada tulisan ini, saya akan membagikan “resep” yang saya gunakan sehari-hari kepada para Bunda pembaca blog saya. Kalau ada bapak-bapak yang sedang mampir, boleh, lho, tautan postingan ini dikirimkan ke istrinya. Hihihi.

Resepnya tidak rumit, kok. Malah banyak faedahnya karena semua transaksi bisa beres tanpa harus keluar pintu rumah. Kalaupun keluar rumah, transaksi tetap aman dan minim kontak. Kita pun bisa menjaga diri, tetap sehat, sekaligus kebutuhan tercukupi.

Bahan:

Cara meracik:

Resep ini terbagi menjadi 3 bagian. Pertama, “racikan” khusus untuk berbelanja di marketplace. Kedua, kiat berbelanja secara luring atau datang ke toko langsung. Ketiga, ini adalah racikan bonus, yaitu cara aman untuk gegayaan di cafe kesayangan. Langsung saja, 

Racikan pertama: berbelanja di marketplace.

Marketplace itu tempatnya perang harga. Kamu bisa mencari barang dengan harga termurah dan terdekat dari lokasi. Sekilas terkesan sadis, ya? Tapi, memang begitulah desainnya. Pasar online secara prinsip tidak ada jauh berbeda dengan pasar tradisional. Yang membuat lebih seru adalah kemudahan waktu dan akses untuk konsumen. Kita tidak perlu buang tenaga untuk “mengitari” toko. Cukup dengan berlakukan filter pada aplikasi, misalnya filter gratis ongkos kirim, cashback, toko terdekat, dan lain-lain.

Untuk mendukung penjual, sebaiknya sebagai pelanggan kita tetap menghargai dengan memberi ulasan yang baik. Biasanya ulasan positif juga akan membawa manfaat untuk kita, bonus koin misalnya. Apabila kamu memiliki UKM langganan, itu jauh lebih baik. Seperti saya yang memiliki UKM frozen food favorit, namanya Sego Njamoer. Saya selalu menyetok pentol dan tahu njamoernya yang lezat. Nah, agar dapat gratis ongkos kirim, cashback, plus koin, saya bertransaksi lewat marketplace. Asyik, kan, UKM semakin berdaya, kita sebagai konsumen pun turut diuntungkan.

Kiat: hindari COD (cash on delivery) karena akan membuat kita lebih intens berinteraksi dengan kurir. Jika sudah yakin dengan kualitas produk, lebih baik gunakan pembayaran online melalui dompet digital atau internet banking.

Racikan kedua: berbelanja tanpa sentuhan di supermarket.

Tadi di atas saya katakan bahwa tidak semua transaksi saya lakukan secara daring. Kalau soal belanja sayuran, saya bisa memakai jasa sayur online atau memesan via WhatsApp ke penjual sayur langganan. Tetapi, belanja bulanan menjadi pengecualian, karena, supermarket langganan saya sering memberikan potongan harga. Bagaimana saya mengetahuinya?

Pandemi ini membuat banyak perusahaan jadi shifting ke digital dengan menghadirkan aplikasi. Inilah yang saya gunakan. Saya memantau diskonan melalui aplikasi, baik itu diskon dari supermarketnya langsung maupun diskon saat pembayaran melalui dompet digital atau kartu dari bank tertentu. 

Nah, agar aman, saya sarankan agar Buibu membuat daftar belanjaan sebelum berbelanja. Cek dulu harga dan promonya di aplikasi, lalu bayar dengan QRIS. Jika Buibu belum tahu, QRIS adalah standarisasi pembayaran dengan metode QR Code yang telah terstandar dari Bank Indonesia agar proses transaksi menjadi lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya. Jadi, cukup scan QR code dari supermarket lewat smartphone kita. Tanpa kontak, deh. Kamu juga bisa baca tentang cara daftar QRIS di sini.

Kalau supermarket langganan kamu belum memiliki QRIS, saran saya, gunakan kartu debit dengan logo GPN. Tujuannya apa? Agar Buibu dapat meminimalisir kebocoran data dan menekan biaya administrasi. Setelah bertransaksi, jangan lupa mencuci tangan yaa. 

Bekerja di cafe sembari menjernihkan pikiran. Aman karena memakai masker dan bertransaksi tanpa sentuhan. (sumber foto: dokumen pribadi)

Racikan ketiga: aman gegayaan di cafe kesayangan.

Sekitar bulan Agustus hingga November lalu, ketika lonjakan kasus corona belum terlalu tinggi, saya memutuskan untuk refreshing sejenak di cafe kesayangan. Biar hidup tetap seimbang dan tidak bosan. Saya juga ingin mencari suasana baru untuk menulis. Nah, kiat dari saya adalah carilah cafe yang membuatmu tetap aman. Tentu cafe yang menerapkan protokol kesehatan, plus, cafe yang memiliki QRIS sebagai perantara pembayaran.

Kebetulan, cafe favorit saya ini menerapkan protokol kesehatan dengan baik dengan mengatur jarak duduk, pegawainya bermasker dan ber-face shield, serta rutin membersihkan meja dan kursi. Kelebihan lainnya adalah cafe tersebut memakai QRIS. Saya senang bukan main. Dua pekan sekali saya menyempatkan ngopi di sana. Saya tidak perlu pejet-pejet tombol EDC untuk memasukkan pin kartu debit maupun membawa uang tunai. Cukup dengan smartphone yang terkoneksi dengan internet dan baterai yang terisi, tinggal scan QR code, masukkan password di smartphone, dan transaksi pun berhasil. Saya bisa membayar makanan dan minuman yang saya pesan tanpa menyentuh area kasir yang banyak dilalui orang.

Begitulah resep singkat dari saya agar Buibu dan para pembaca bisa bertransaksi digital dengan cerdas dan aman. Selama saya menerapkan resep dan kiat di atas, alhamdulillah, saya bisa menjalani hidup yang ideal dan cukup selama pandemi. Bisa bertahan saja sudah anugerah yang luar biasa, bukan? 

Apakah ada Buibu atau pembaca yang juga menerapkan resep yang sama? Atau justru memiliki tips lain yang lebih oke dalam bertransaksi digital? Boleh bagikan pengalaman kamu di kolom komentar, yuk.